“THAHARAH :
MANDI WAJIB DAN TAYAMUM”
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah Ibadah Praktis
Dosen Pengampu :
Warissuddin Soleh M.Pd.I
Disusun Oleh :
Kelompok 2
Riska
Uswatun Hasanah (1511002504)
Paini
(1511002502)
Septy
Rahayu
(1511002504)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) MA’ARIF
KOTA
JAMBI
2017
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah,
segala puji hanya bagi Allah seru sekian alam. Shalawat dan salam semoga tetap
dicurahkan kepada Rasulullah Rahmat bagi alam semesta, para sahabat, keluarga
dan umatnya.
Makalah
ini berjudul Thaharah : Mandi Wajib dan Tayammum. Di dalamnya disajikan
dari bab I sampai bab III. Bab I yaitu pendahuluan di dalamnya latar belakang,
mengambarkan secara umum makalah ini dan rumusan makalah adalah menjelaskan
hal-hal yang dibahas dalam penulisan makalah ini. Untuk Bab II yaitu membahas
tentang mandi dan tayammum secara detail, untuk kesimpulan pada
makalah ini disajikan pada Bab III yaitu menyimpulkan isi dari makalah ini
Makalah
mandi dan tayammum ini semoga bermamfaat, terutama bagi penulis dan
pembaca pada umumnya.
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR .................................................................................. I
DAFTAR
ISI ................................................................................................. II
BAB I:
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah ................................................................................ 1
BAB II : PEMBAHASAN
A.
Mandi Wajib ........................................................................................ 2
1.
Pengertian mandi wajib ................................................................. 2
2.
Perkara yang menyebabkan mandi wajib ...................................... 2
3.
Fardhunya mandi ........................................................................... 6
4.
Sunat-sunat mandi ......................................................................... 7
B.
Tayamum ............................................................................................. 7
1.
Pengertian Tayamum ..................................................................... 7
2.
Sebab-sebab diperbolehkannya Tayamum ..................................... 7
3.
Syarat-syarat Tayamum ................................................................. 9
4.
Fardhu-fardhu Tayamum ............................................................... 11
5.
Sunat-sunatnya Tayamum ............................................................. 11
6.
Batalnya Tayamum ........................................................................ 11
7.
Beberapa masalah yang bersangkutan dengan
tayamum ............... 12
BAB III
: PENUTUP
A.
Kesimpulan .......................................................................................... 13
DAFTAR
PUSTAKA ................................................................................... 14
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ibadah adalah sesuatu pekerjaan yang
dicintai Allah Swt dan diridhai-Nya, perkataan, perbuatan lahir dan bathin.
Untuk melaksanakan sebagian ibadah dan amalan-amalan tertentu haruslah bersuci
sebagai mana yang telah di jelaskan dalam Al-quran surat Al-Ma’idah ayat : 6,
surat An-Nisa ayat : 43 dan beberapa Sabda Rasulullah SAW. (Rasid, S. 1964)
dalam hukum islam, soal bersuci dan segala seluk-beluknya termasuk bagian ilmu
dan amalan yang penting, terutama syarat-syarat sah Shalat telah ditetapkan
bahwa seseorang yang akan mengerjakan ibadah shalat diwajibkan suci dari hadas
dan suci pula badan pakaian dan tempatnya dari najis. Firman Allah Swt dalam
Al-quran Surat -Baqoroh ayat 222 yang artinya “sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”
Thaharah atau bersuci ialah mengangkat
atau menghilangkan hadats dan najis dari tubuh. Nasution, L. (1997) thaharah
dari hadats ada tiga macam yaitu whudu’, mandi dan tayammum. Alat yang
digunakan untuk bersuci ialah air untuk wudhu’ dan mandi; tanah untuk tayammum.
Dalam hal ini air yang digunakan haruslah memenuhi persaratan, suci dan
mensucikan atau disebut air mutlak. Demikian pula tanah untuk tayammum harus
mempunyai persaratan yang ditentukan.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan mandi wajib
dan hal-hal apa saja yang berhubungan dengan mandi wajib
2. Apa yang dimaksud dengan tayammum
dan hal-hal apa saja yang berhubungan dengan tayamum
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Mandi
Wajib
1.
Pengertian
Mandi wajib
Kata mandi
berasal dari bahasa arab yakni, ghosala-yaghsilu-ghoslan yang berarti membasuh,
atau mencuci sesuatu.[1] Secara
bahasa, mandi bermakna mengalirnya air pada sesuatu secara mutlak. Secara
syara’ adalah bermakna mengalirnya air ke seluruh badan disertai niat tertentu.[2]
Yang dimaksud mandi
wajib dalam pembahasan disini adalah mengalirkan air keseluruh tubuh dengan
niat.
وَإِنْ
كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
Artinya:
“Dan jika
kamu junub maka mandilah.” (QS. Al Maidah: (6)
2.
Perkara
yang menyebabkan mandi wajib
Perkara yang
mewajibkan mandi itu ada enam, tiga diantaranya biasa terjadi pada laki-laki
dan perempuan, dan tiga lagi tertentu (khusus) pada perempuan saja :
a.
Memasukkan
hasafah (ujung kemaluan laki-laki) kedalam farji (kemaluan perempuan)[3]
baik keluar mani ataupun tidak;[4]
Bertemunya
alat kelamin ini diungkapkan dengan arti, orang hidup yang jelas kelaminnya
yang memasukkan hasyafah penisnya atau kira-kira hasyafah dari penis yang
terpotong hasyafahnya ke dalam farji. Anak Adam yang dimasuki hasyafah menjadi
junub sebab dimasuki oleh hasyafah yang telah disebutkan di atas. Sedangkan
untuk mayat yang sudah di mandikan, maka tidak perlu dimandikan lagi ketika
dimasuki hasyafah. Adapun khuntsa musykil, maka tidak wajib baginya melakukan
mandi sebab memasukkan hasyafahnya atau kemaluannya dimasuki hasyafah. [5]
إذا التقى الحتانان فقد وجب الغسل وإن لم ينزل
رواه مسلم
Artinya:
“Apabila dua khitan bertemu, maka sesungguhnya telah diwajibkan mandi, emskipun
tidak keluar mani” (HR. Muslim)
b.
Keluarnya
sperma (mani), Walaupun sperma yang keluar hanya sedikit seperti satu tetes.
Walaupun berwarna darah. Walaupun sperma keluar sebab jima’ atau selainnya,
dalam keadaan terjaga atau tidur, disertai birahi ataupun tidak, dari jalur
yang normal ataupun bukan seperti punggungnya belah kemudian spermanya keluar
dari sana, Keluar
sperma menjadi penyebab wajibnya mandi, baik saat keluarnya dalam keadaan tidur
atau terjaga. Disengaja atau tidak, sedikit atau banyak. Sekalipun berwarna
darah, selagi masih ditemukan salah satu dari ciri-ciri air sperma
sebagai berikut :
1)
Ada tekanan ketika keluar (muncrat/tadaffuq)
2)
Terasa nikmat ketika keluar
3)
Ketika basah berbau seperti adonan kue roti
atau berbau putih telur ketika kering.
Pada
umumnya sperma laki-laki berwarna putih kental dan sperma wanita berwarna
kuning cair. Namun hal ini merupakan ciri-ciri air sperma. Jika cairan yang
keluar dari alat kelamin tidak disertai salah satu dari tiga ciri diatas, maka
tidak bisa disebut sperma dan tidak mewajibkan mandi. Serta dihukumi najis seperti
cairan putih bening atau kuning encer (tidak kental). yang biasanya tanpa
terasa keluar ketika muncul syahwat. Cairan semacam ini stidak dinamakan sperma
melainkan madzi. Begitu juga cairan yang berwarna putih keruh dan kental yang
biasanya keluar setelah kencing atau ketika mengangkat beban yang berat.
Cairan
ini dinamakan wadzi. Kedua bentuk cairan tersebut tidak termasuk yang
mewajibkan mandi, melainkan mewajibkan wudhu. Dan hukumnya najis sebagaimana
air kencing.
Tatkala
seseorang mengeluarkan cairan yang dimungkinkan itu adalah sperma atau madzi
maka diperbolehkan untuk memilih antara hukum kedua cairan tersebut, dalam arti
boleh memilih mandi atau wudhu dan membasuh cairan tersebut.
وعن ام سلمة رضئ
الله عنها ان ام سليم قلت : يا رسول الله ان الله لا يستحي من الحق فهل على المرأة
غسل ادا احتلمت ؟ قال : نعم ادا رأت الماء
Artinya:
“Dari Ummu Salamah, Sesungguhnya Ummi Sulaim telah bertanya kepada Rasulullah
SAW, “Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu memperkatakan yang hak.
Apakah perempuan wajib mandi apabila bermimpi? Jawab beliau “Ya, (wajib atasnya
mandi), apabila ia melihat air (artinya keluar mani). (Sepakat Ahli hadits).
Orang yang
junub haram melakukan 6 perkara, yakni: shalat, thawaf, menyentuh Al-Qur’an,
membawa Al-Qur’an, berdiam di masjid, dan membaca Al-Qur’an.
c.
Haidl
(datang bulan);
Haidl maksudnya
adalah darah yang keluar dari seorang wanita yang telah mencapai usia sembilan
tahun. Apabila seorang perempuan telah berhenti haidl, ia wajib mandi agar
dapat shalat dan dapat bercampur dengan suaminya. Dengan mandi itu badan akan
menjadi segar dan sehat kembali.
فَإِذَا أَقْبَلَتِ الْحَيْضَةُ فَدَعِى
الصَّلاَةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِى عَنْكِ الدَّمَ وَصَلِّى
Artinya:
“Beliau berkata kepada Fatimah Binti Abi Hubaisy, “Apabila datang haidl itu,
hendaklah engkau tinggalkan shalat, dan apabila habis haidl itu, hendaklah
engkau mandi dan shalat” (HR. Bukhari)
Orang yang
haidl atau datang bulan haram melakukan 10 perkara, yakni:
1)
Shalat
2)
Thawaf
3)
Menyentuh
Al-Qur’an
4)
Membawa
Al-Qur;an
5)
Berdiam
di masjid
6)
Membaca
Al-Qur’an
Larangan membaca
Al-Qur’an, meskipun hanya satu ayat. Dikecualikan bila dimaksudnya dzikir atau tabarruk
(mengharap berkat), seperti pada saat mendengar musibah lalu mengucapkan istirja’
atau saat bersyukur mengucapkan hamdalah.
7)
Puasa
8)
Thalaq
(Cerai)
9)
Lewat
didalam masjid, apabila perempuan yang haidl khawatir mengotori masjid
Bila wanita
haidl memakai pembalut dan tidak khawatir akan mengotori masjid, maka boleh
melewati masjid.
10)
Menikmati
bagian tubuh antara pusat dan lutut.
d.
Nifas
(mengeluarkan darah sesudah bersalin). Darah nifas adalah darah haid yang
berkumpul, tidak keluar sewaktu perempuan itu mengandung, yang keluar setelah
melahirkan. Maka sesungguhnya nifas mewajibkan mandi secara mutlak
e.
Bersalin
(Wiladah), baik anak yang dilahirkan itu cukup umur ataupun tidak; Melahirkan
yang disertai dengan basah-basah mewajibkan mandi secara pasti. Sedangkan
melahirkan yang tidak disertai basah-basah mewajibkan mandi menurut pendapat
ashah .
f.
Meninggal
dunia, kecuali meninggal dalam keadaan syahid.[6]
Sabda Rasulullah SAW. yang artinya: “Dari Ibnu Abbas, Sesungguhnya
Rasulullah SAW, telah berkata tentang orang berihram terlempar dari punggung
untanya hingga meninggal. Beliau berkata, “Mandikanlah dia olehmu dengan air
dan daun sidr (sabun). (HR. Bukhori dan Muslim)
3.
Fardhunya
mandi ada dua macam, yaitu:
a.
Niat
menghilangkan hadats besar, jika berhadats karena junub hendaklah berniat
(menyngaja) menghilangkan hadats junubnya, perempuan yang baru habis selesai
haid atau nifas hendaklah ebrniat menghilangkan hadats kotorannya;
Bacaan
niat mandi wajib adalah sebagai berikut :
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ
اْلاَكْبَرِ فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى
Artinya : “
Niat saya mandi untuk menghilangkan hadats besar fardhu karena Allah Ta’ala”
4.
Sunat-sunat
mandi ada lima, yaitu;
a.
Membaca
Basmallah;
b.
Berwudhu
sebelum mandi;
c.
Menggosokkan
tangan keseluruh permukaan tubuh;
d.
Bersabung
tiada henti atau tertib;
e.
Mendahulukan
anggota yang kanan daripada yang kiri.[9]
B.
Tayamum
1.
Pengertian
Tayamum
Tayamum secara
bahasa bermakna menyengaja. Sedangkan secara syara’ mendatangkan debu suci
mensucikan pada wajah dan kedua tangan sebagai pengganti dari wudlu’, mandi
atau membasuh anggota dengan syarat-syarat tertentu.[10]
Tayamum adalah pengganti wudlu atau mandi, sebaagai rukhsah atau keringanan
bagi orang yang tidak dapat menggunakan air karena beberapa sebab halangan
(uzur). Bacaan niat tayamum adalah sebagai berikut:
نَوَيْتُ التَّيَمُّمَ
لِاِسْتِبَاحَةِ الصَّلاَةِ فَرْضً ِللهِ تَعَالَى
Artinya:
"Sengaja aku bertayamum untuk melakukan sholat, fardhu karena Allah
Ta’ala”
2.
Sebab-sebab
diperbolehkannya tayamum
Dalam Fiqh
Islam, tayamum boleh dilakukan karena beberapa sebab, sebab-sebab itu adalah :
a.
Uzur
karena sakit. Kalau memakai air, bertambah sakitnya atau lambat sembuhnya,
menurut keterangan dokter atau dukun yang telah berpengalaman tentang penyakit
yang serupa;
b.
Karena
dalam perjalanan;
c.
Karena
tidak ada air.[11]
Firman Allah SWT:
وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ
مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا
صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ
Artinya: “ Dan apabila kamu sakit, atau dalam perjalanan, atau kembali
dari tempat buang air (kakus), atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak
mendapat air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih), sapulah
mukamu dan kedua tanganmu dengan tanah itu.” (Al-Maidah: 6).
Sedangkan
didalam Terjemahan kitab Safinatunnajah, sebab dari diperbolehkannya bertayamum
adalah,sebagai berikut:
a.
Tidak
adanya air;
b.
Sakit;
c.
Butuh
kepada air karena hausnya hewan atau sesuatu yang dimuliakan.
Adapun sesuatu
yang tidak dimuliakan menurut syara’ itu ada enam, yaitu:
1)
Orang
yang meninggalkan shalat;
2)
Orang
yang zina mukhsan (melakukan zina padahal dia sudah beristri atau bersuami);
3)
Orang
murtad;
4)
Kafir
harbi;
5)
Anjing
yang buas;
6)
Babi
hutan.[12]
3.
Syarat-syarat
tayamum
Syarat-syarat
tayamum itu ada 10, yaitu:
a.
Harus
memakai debu, menurut imam syafii, tidak sah tayamum selain dengan tanah.
Menurut pendapat imam lain, boleh (sah) tayamum dengan tanah, pasir, ataupun
batu.
b.
Debunya
harus suci
c.
Tidak
boleh dengan debu yang sudah dipergunakan
d.
Debunya
tidak kecampuran dengan tepung atau yang menyerupainya
e.
Mempunyai
maqsud memindah debu ke anggota yang ditayamumi
f.
Mengusap
muka dan kedua tangannya dengan dua pukulan
g.
Harus
menghilangkan najis dulu. Berarti sebelum tayamum itu harus lah ia bersih dari
najis dahulu menurut sebagian ulama namun menurut pendapat yang lain tidak.
h.
Harus
mengetahui arah kiblat dengan sungguh-sungguh sebelum tayamum
i.
Tayamum
harus dilakukan setelah waktu shalat tiba. Tayamum disyariatkan untuk orang
yang terpaksa. Sebelum amsuk waktu shalat ia belum terpaksa, sebab shalat belum
wajib atasnya ketika itu.
j.
Tayamum
hanya untuk satu kali shalat fardlu dan bisa dilakukan untuk ibadat-ibadat
sunah yang lain dengan satu kali tayamum.[13]
Dalam Fathul Qorib, dijelaskan bahwa syarat-syarat tayamum ada
lima, yaitu :
a.
Udzur
sebab bepergian atau sakit.
b.
Masuk
waktu sholat. Maka tidak sah tayammun untuk sholat yang dilakukan sebelum masuk
waktunya.
c.
Mencari
air setelah masuknya waktu sholat, baik diri sendiri atau orang lain yang telah
ia beri izin. Maka ia harus mencari air di tempatnya dan
teman-temannya, Jika ia sendirian, maka cukup melihat ke kanan
kirinya dari ke empat arah, jika ia berada di
dataran yang rata. Jika ia berada di tempat yang naik turun, maka harus
berkeliling ke tempat yang terjangkau oleh pandangan matanya.
d.
Sulit
menggunakan air, Dengan gambaran jika menggunakan air, ia
khawatir akan kehilangan nyawa atau fungsi anggota badan, Termasuk udzur adalah
seandainya di dekatnya ada air, namun jika mengambilnya, ia khawatir pada
dirinya dari binatang buas atau musuh, atau khawatir hartanya akan diambil oleh
pencuri atau orang yang ghasab.
e.
Debu suci, maksudnya debu suci mensucikan dan
tidak basah. Debu suci mencakup debu hasil ghasab dan debu
kuburan yang tidak digali. Di dalam
sebagian redaksi matan, ditemukan
tambahan di dalam syarat ini, yaitu debu yang memiliki ghubar. Sehingga, jika debu tersebut tercampur oleh gamping atau
pasir, maka tidak diperbolehkan. Dan juga sah
melakukan tayammum dengan pasir yang ada ghubar-nya Dengan
ungkapan mushannif “debu”, mengecualikan selain
debu seperti gamping dan remukan
genteng. Dikecualikan
dengan debu yang suci yaitu debu najis. Adapun debu musta’mal, maka tidak syah digunakan
tayammum.[14]
Didalam fiqh
Islam, ditambah satu hal, yakni; boleh bertayamum jika sudah diusahakan mencari
air, tetapi tidak dapat sedangkan waktu shalat sudah tiba. Alasannya ayat
tersebut dia atas. Kita disuruh bertayamum bila tidak ada air sesudah kita cari
dan kita yakin tidak ada; kecuali orang sakit yang tidak diperbolehkan
menggunakan air, atau yakin tidak ada air disekitar itu, maka mencari tidak
4.
Fardlu-fardlunya
tayamum
a.
Memindahkan
debu;
b.
Niat.
Orang yang akan bertayamum hendaklah berniat karena akan mengerjakan shalat dan
sebagainya, bukan semata-mata untuk menghilangkan hadats saja, sebab sifat
tayamum tidak dapat menghilangkan hadas, hanya diperbolehkan untuk melakukan
shalat karena dharurat. Niat tayamum hukumnya wajib, sebagaimana diwajibkannya
niat dalam berwudlu.;
c.
Mengusap
wajah (muka)
d.
Mengusap
kedua tangan sampai siku-siku
e.
Tertib
diantara kedua usapan tersebut, (mengusap wajah terlebih dahulu baru kedua
tangan).
Batas wajah
atau muka dalam tayamum itu sama dengan batas wajah/muka dalam wudlu.
5.
Sunat-sunatnya
tayamum
a.
Membaca
Basmallah
b.
Mengembus
tanah dari dua telapak tangan supaya tanah yang diatas tangan itu menjadi
tipis.
6.
Batalnya
tayamum
a.
Sesuatu
yang membatalkan wudlu juga membatalkan tayamum
b.
Murtad
(keluar dari islam)
c.
Menduga
adanya air, kalau tayamumnya karena ketidak adaanya air.
7.
Beberapa
masalah yang bersangkutan dengan tayamum
a.
Orang
yang bertayamum karena tidak ada air, tidak wajib mengulangi shalatnya apabila
mendapat air. Tetapi orang yang tayamum karena junub, apabila mendapat air maka
ia wajib mandi bila ia hendak mengerjakan shalat berikutnya, sebab tayamum
tidak menghilangkan hadats, melainkan hanya boleh dilakukan dalam keadaan
darurat
b.
Satu
kali tayamum hanya boleh untuk satu kali shalat fardu dan boleh untuk beberapa
shalat sunah. Namun ada yang berpendapat bahwa tayamum boelh untuk beberapa
shalat fardlu ataupun shalat sunah.
c.
Boleh
tayamum apabila luka atau karena hari sangat dingin, sebab luka itu termasuk
dalam pengertian sakit. Demikian juga bila memakai air ketika hari sangat
dingin, dikhawatirkan akan menjadi sakit.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Mandi wajib
adalah mengalirkan air keseluruh tubuh dengan niat pada seluruh badan dari
ujung rambut sampai ujung jari kaki disertai dengan niat sesuai dengan
keperluannya, mungkin untuk menghilangkan hadats besar atau mandi sunnah.
Sedangkan
tayamum ialah mengusapkan tanah kemuka dan kedua tangan sampai siku-siku dengan
beberapa syarat. Tayamum adalah pengganti wudlu atau mandi, seagai rukhsah atau
keringanan bagi orang yang tidak dapat menggunakan air karena beberapa sebab
halangan (uzur).
DAFTAR ISI
Yunus, Mahmud Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Mahmud Yunus Wa
Dzurriyah, 2010)
Sunarto, Ahmad, Terjemah Safinatunnajah, (Surabaya: Al-Miftah)
Rasjid, Sulaiman Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru ALgensido, 2012)
Anwar, Moch, dkk, Terjemah Sulamuttaufiq, (Bandung: Sinar Baru
Algensido, 2004)
Syeikh Muhammad Bin Qosim Al-Ghoziy, Fath Al-Qorib, (Surabaya:
Harisma)
[1]
Prof. Dr. Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Mahmud Yunus Wa
Dzurriyah, 2010) hal.295
[2] Syaikh
Muhammad Bin Qosim AL-Ghoziy, Syarah Fathul Qorib, (Surabaya: Kharisma),
hal. 6
[3] Ahmad
Sunarto, Terjemah Safinatunnajah, (Surabaya: Al-Miftah) hal.27
[4]
H.Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru ALgensido, 2012)
hal.35
[5]
Syeikh Muhammad Bin Qosim Al-Ghoziy, op.cit, hal.7
[6] H.Sulaiman
Rasjid, loc.cit
[7] .
H.Sulaiman Rasjid, op.cit, hal.28
[8]
Kh. Moch Anwar,dkk, Terjemah Sulamuttaufiq, (Bandung: Sinar Baru
Algensido, 2004), hal.43
[9]
Syeikh Muhammad Bin Qosim Al-Ghoziy, Fath Al-Qorib, (Surabaya: Harisma)
hal.7
[10] Ibid,
hal.8
[11]
H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar baru Algensido, 2012),
hal.39
[12]
Ahmad Sunarto, Terjemah Safinatunnajah, (Surabaya: Al-Miftah), hal. 35
[13]
Ibid, Hal.36-37
[14] Syeikh
Muhammad Bin Qosim Al-Ghoziy, op.cit,
hal.7
Tidak ada komentar:
Posting Komentar