Sabtu, 16 Desember 2017

Thaharah "Mandi wajib dan tayamum"



“THAHARAH :
MANDI WAJIB DAN TAYAMUM”
  
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah Ibadah Praktis


Dosen Pengampu :
Warissuddin Soleh M.Pd.I

Disusun Oleh :
Kelompok 2
Riska Uswatun Hasanah      (1511002504)
Paini                                       (1511002502)
Septy Rahayu                        (1511002504)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) MA’ARIF
KOTA JAMBI
2017






KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah seru sekian alam. Shalawat dan salam semoga tetap dicurahkan kepada Rasulullah Rahmat bagi alam semesta, para sahabat, keluarga dan umatnya.
Makalah ini berjudul Thaharah : Mandi Wajib dan Tayammum. Di dalamnya disajikan dari bab I sampai bab III. Bab I yaitu pendahuluan di dalamnya latar belakang, mengambarkan secara umum makalah ini dan rumusan makalah adalah menjelaskan hal-hal yang dibahas dalam penulisan makalah ini. Untuk Bab II yaitu membahas tentang mandi dan tayammum secara detail, untuk kesimpulan pada makalah ini disajikan pada Bab III yaitu menyimpulkan isi dari makalah ini
Makalah mandi dan tayammum ini semoga bermamfaat, terutama bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
  

Penulis






DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. I
DAFTAR ISI ................................................................................................. II
BAB I: PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang  ................................................................................... 1       
B.     Rumusan Masalah ................................................................................ 1
BAB II : PEMBAHASAN
A.    Mandi Wajib ........................................................................................ 2
1.      Pengertian mandi wajib ................................................................. 2
2.      Perkara yang menyebabkan mandi wajib ...................................... 2
3.      Fardhunya mandi ........................................................................... 6
4.      Sunat-sunat mandi ......................................................................... 7
B.     Tayamum ............................................................................................. 7
1.      Pengertian Tayamum ..................................................................... 7
2.      Sebab-sebab diperbolehkannya Tayamum ..................................... 7
3.      Syarat-syarat Tayamum ................................................................. 9
4.      Fardhu-fardhu Tayamum ............................................................... 11
5.      Sunat-sunatnya Tayamum ............................................................. 11
6.      Batalnya Tayamum ........................................................................ 11
7.      Beberapa masalah yang bersangkutan dengan tayamum ............... 12
BAB III : PENUTUP
A.    Kesimpulan .......................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 14
 





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Ibadah adalah sesuatu pekerjaan yang dicintai Allah Swt dan diridhai-Nya, perkataan, perbuatan lahir dan bathin. Untuk melaksanakan sebagian ibadah dan amalan-amalan tertentu haruslah bersuci sebagai mana yang telah di jelaskan dalam Al-quran surat Al-Ma’idah ayat : 6, surat An-Nisa ayat : 43 dan beberapa Sabda Rasulullah SAW. (Rasid, S. 1964) dalam hukum islam, soal bersuci dan segala seluk-beluknya termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting, terutama syarat-syarat sah Shalat telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan mengerjakan ibadah shalat diwajibkan suci dari hadas dan suci pula badan pakaian dan tempatnya dari najis. Firman Allah Swt dalam Al-quran Surat -Baqoroh ayat 222 yang artinya “sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”
Thaharah atau bersuci ialah mengangkat atau menghilangkan hadats dan najis dari tubuh. Nasution, L. (1997) thaharah dari hadats ada tiga macam yaitu whudu’, mandi dan tayammum. Alat yang digunakan untuk bersuci ialah air untuk wudhu’ dan mandi; tanah untuk tayammum. Dalam hal ini air yang digunakan haruslah memenuhi persaratan, suci dan mensucikan atau disebut air mutlak. Demikian pula tanah untuk tayammum harus mempunyai persaratan yang ditentukan.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan mandi wajib dan hal-hal apa saja yang berhubungan dengan mandi wajib
2.      Apa yang dimaksud dengan tayammum dan hal-hal apa saja yang berhubungan dengan tayamum
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Mandi Wajib

1.      Pengertian Mandi wajib
Kata mandi berasal dari bahasa arab yakni, ghosala-yaghsilu-ghoslan yang berarti membasuh, atau mencuci sesuatu.[1] Secara bahasa, mandi bermakna mengalirnya air pada sesuatu secara mutlak. Secara syara’ adalah bermakna mengalirnya air ke seluruh badan disertai niat tertentu.[2]
Yang dimaksud mandi wajib dalam pembahasan disini adalah mengalirkan air keseluruh tubuh dengan niat.
وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
Artinya: “Dan jika kamu junub maka mandilah.” (QS. Al Maidah: (6)
2.      Perkara yang menyebabkan mandi wajib
Perkara yang mewajibkan mandi itu ada enam, tiga diantaranya biasa terjadi pada laki-laki dan perempuan, dan tiga lagi tertentu (khusus) pada perempuan saja :
a.       Memasukkan hasafah (ujung kemaluan laki-laki) kedalam farji (kemaluan perempuan)[3] baik keluar mani ataupun tidak;[4]
Bertemunya alat kelamin ini diungkapkan dengan arti, orang hidup yang jelas kelaminnya yang memasukkan hasyafah penisnya atau kira-kira hasyafah dari penis yang terpotong hasyafahnya ke dalam farji. Anak Adam yang dimasuki hasyafah menjadi junub sebab dimasuki oleh hasyafah yang telah disebutkan di atas. Sedangkan untuk mayat yang sudah di mandikan, maka tidak perlu dimandikan lagi ketika dimasuki hasyafah. Adapun khuntsa musykil, maka tidak wajib baginya melakukan mandi sebab memasukkan hasyafahnya atau kemaluannya dimasuki hasyafah. [5]
إذا التقى الحتانان فقد وجب الغسل وإن لم ينزل  رواه مسلم
Artinya: “Apabila dua khitan bertemu, maka sesungguhnya telah diwajibkan mandi, emskipun tidak keluar mani” (HR. Muslim)
b.      Keluarnya sperma (mani), Walaupun sperma yang keluar hanya sedikit seperti satu tetes. Walaupun berwarna darah. Walaupun sperma keluar sebab jima’ atau selainnya, dalam keadaan terjaga atau tidur, disertai birahi ataupun tidak, dari jalur yang normal ataupun bukan seperti punggungnya belah kemudian spermanya keluar dari sana, Keluar sperma menjadi penyebab wajibnya mandi, baik saat keluarnya dalam keadaan tidur atau terjaga. Disengaja atau tidak, sedikit atau banyak. Sekalipun berwarna darah, selagi masih ditemukan salah satu dari ciri-ciri air sperma sebagai berikut :
1)      Ada tekanan ketika keluar (muncrat/tadaffuq)
2)      Terasa nikmat ketika keluar
3)      Ketika basah berbau seperti adonan kue roti atau berbau putih telur ketika kering.

Pada umumnya sperma laki-laki berwarna putih kental dan sperma wanita berwarna kuning cair. Namun hal ini merupakan ciri-ciri air sperma. Jika cairan yang keluar dari alat kelamin tidak disertai salah satu dari tiga ciri diatas, maka tidak bisa disebut sperma dan tidak mewajibkan mandi. Serta dihukumi najis seperti cairan putih bening atau kuning encer (tidak kental). yang biasanya tanpa terasa keluar ketika muncul syahwat. Cairan semacam ini stidak dinamakan sperma melainkan madzi. Begitu juga cairan yang berwarna putih keruh dan kental yang biasanya keluar setelah kencing atau ketika mengangkat beban yang berat.
Cairan ini dinamakan wadzi. Kedua bentuk cairan tersebut tidak termasuk yang mewajibkan mandi, melainkan mewajibkan wudhu. Dan hukumnya najis sebagaimana air kencing.
Tatkala seseorang mengeluarkan cairan yang dimungkinkan itu adalah sperma atau madzi maka diperbolehkan untuk memilih antara hukum kedua cairan tersebut, dalam arti boleh memilih mandi atau wudhu dan membasuh cairan tersebut.
وعن ام سلمة رضئ الله عنها ان ام سليم قلت : يا رسول الله ان الله لا يستحي من الحق فهل على المرأة غسل ادا احتلمت ؟ قال : نعم ادا رأت الماء
Artinya: “Dari Ummu Salamah, Sesungguhnya Ummi Sulaim telah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu memperkatakan yang hak. Apakah perempuan wajib mandi apabila bermimpi? Jawab beliau “Ya, (wajib atasnya mandi), apabila ia melihat air (artinya keluar mani). (Sepakat Ahli hadits).
Orang yang junub haram melakukan 6 perkara, yakni: shalat, thawaf, menyentuh Al-Qur’an, membawa Al-Qur’an, berdiam di masjid, dan membaca Al-Qur’an.
c.       Haidl (datang bulan);
Haidl maksudnya adalah darah yang keluar dari seorang wanita yang telah mencapai usia sembilan tahun. Apabila seorang perempuan telah berhenti haidl, ia wajib mandi agar dapat shalat dan dapat bercampur dengan suaminya. Dengan mandi itu badan akan menjadi segar dan sehat kembali.
فَإِذَا أَقْبَلَتِ الْحَيْضَةُ فَدَعِى الصَّلاَةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِى عَنْكِ الدَّمَ وَصَلِّى
Artinya: “Beliau berkata kepada Fatimah Binti Abi Hubaisy, “Apabila datang haidl itu, hendaklah engkau tinggalkan shalat, dan apabila habis haidl itu, hendaklah engkau mandi dan shalat” (HR. Bukhari)
Orang yang haidl atau datang bulan haram melakukan 10 perkara, yakni:
1)        Shalat
2)        Thawaf
3)        Menyentuh Al-Qur’an
4)        Membawa Al-Qur;an
5)        Berdiam di masjid
6)        Membaca Al-Qur’an
Larangan membaca Al-Qur’an, meskipun hanya satu ayat. Dikecualikan bila dimaksudnya dzikir atau tabarruk (mengharap berkat), seperti pada saat mendengar musibah lalu mengucapkan istirja’ atau saat bersyukur mengucapkan hamdalah.
7)        Puasa
8)        Thalaq (Cerai)
9)        Lewat didalam masjid, apabila perempuan yang haidl khawatir mengotori masjid
Bila wanita haidl memakai pembalut dan tidak khawatir akan mengotori masjid, maka boleh melewati masjid.
10)    Menikmati bagian tubuh antara pusat dan lutut.

d.      Nifas (mengeluarkan darah sesudah bersalin). Darah nifas adalah darah haid yang berkumpul, tidak keluar sewaktu perempuan itu mengandung, yang keluar setelah melahirkan. Maka sesungguhnya nifas mewajibkan mandi secara mutlak
e.       Bersalin (Wiladah), baik anak yang dilahirkan itu cukup umur ataupun tidak; Melahirkan yang disertai dengan basah-basah mewajibkan mandi secara pasti. Sedangkan melahirkan yang tidak disertai basah-basah mewajibkan mandi menurut pendapat ashah .
f.       Meninggal dunia, kecuali meninggal dalam keadaan syahid.[6]
Sabda Rasulullah SAW. yang artinya: “Dari Ibnu Abbas, Sesungguhnya Rasulullah SAW, telah berkata tentang orang berihram terlempar dari punggung untanya hingga meninggal. Beliau berkata, “Mandikanlah dia olehmu dengan air dan daun sidr (sabun). (HR. Bukhori dan Muslim)

3.      Fardhunya mandi ada dua macam, yaitu:
a.       Niat menghilangkan hadats besar, jika berhadats karena junub hendaklah berniat (menyngaja) menghilangkan hadats junubnya, perempuan yang baru habis selesai haid atau nifas hendaklah ebrniat menghilangkan hadats kotorannya;
Bacaan niat mandi wajib adalah sebagai berikut :
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ اْلاَكْبَرِ فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى
Artinya : “ Niat saya mandi untuk menghilangkan hadats besar  fardhu karena Allah Ta’ala”
b.      Membasuh seluruh badan,[7] kulit, dan rambutnya walaupun tebal.[8]

4.      Sunat-sunat mandi ada lima, yaitu;
a.       Membaca Basmallah;
b.      Berwudhu sebelum mandi;
c.       Menggosokkan tangan keseluruh permukaan tubuh;
d.      Bersabung tiada henti atau tertib;
e.       Mendahulukan anggota yang kanan daripada yang kiri.[9]

B.     Tayamum
1.      Pengertian Tayamum
Tayamum secara bahasa bermakna menyengaja. Sedangkan secara syara’ mendatangkan debu suci mensucikan pada wajah dan kedua tangan sebagai pengganti dari wudlu’, mandi atau membasuh anggota dengan syarat-syarat tertentu.[10] Tayamum adalah pengganti wudlu atau mandi, sebaagai rukhsah atau keringanan bagi orang yang tidak dapat menggunakan air karena beberapa sebab halangan (uzur). Bacaan niat tayamum adalah sebagai berikut:
نَوَيْتُ التَّيَمُّمَ لِاِسْتِبَاحَةِ الصَّلاَةِ فَرْضً ِللهِ تَعَالَى
Artinya: "Sengaja aku  bertayamum untuk melakukan sholat, fardhu karena Allah Ta’ala”

2.      Sebab-sebab diperbolehkannya tayamum
Dalam Fiqh Islam, tayamum boleh dilakukan karena beberapa sebab, sebab-sebab itu adalah :
a.    Uzur karena sakit. Kalau memakai air, bertambah sakitnya atau lambat sembuhnya, menurut keterangan dokter atau dukun yang telah berpengalaman tentang penyakit yang serupa;
b.    Karena dalam perjalanan;
c.    Karena tidak ada air.[11]
Firman Allah SWT:
 وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ
Artinya: “ Dan apabila kamu sakit, atau dalam perjalanan, atau kembali dari tempat buang air (kakus), atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih), sapulah mukamu dan kedua tanganmu dengan tanah itu.” (Al-Maidah: 6).
Sedangkan didalam Terjemahan kitab Safinatunnajah, sebab dari diperbolehkannya bertayamum adalah,sebagai berikut:
a.       Tidak adanya air;
b.      Sakit;
c.       Butuh kepada air karena hausnya hewan atau sesuatu yang dimuliakan.
Adapun sesuatu yang tidak dimuliakan menurut syara’ itu ada enam, yaitu:
1)      Orang yang meninggalkan shalat;
2)      Orang yang zina mukhsan (melakukan zina padahal dia sudah beristri atau bersuami);
3)      Orang murtad;
4)      Kafir harbi;
5)      Anjing yang buas;
6)      Babi hutan.[12]

3.      Syarat-syarat tayamum
Syarat-syarat tayamum itu ada 10, yaitu:
a.       Harus memakai debu, menurut imam syafii, tidak sah tayamum selain dengan tanah. Menurut pendapat imam lain, boleh (sah) tayamum dengan tanah, pasir, ataupun batu.
b.      Debunya harus suci
c.       Tidak boleh dengan debu yang sudah dipergunakan
d.      Debunya tidak kecampuran dengan tepung atau yang menyerupainya
e.       Mempunyai maqsud memindah debu ke anggota yang ditayamumi
f.       Mengusap muka dan kedua tangannya dengan dua pukulan
g.      Harus menghilangkan najis dulu. Berarti sebelum tayamum itu harus lah ia bersih dari najis dahulu menurut sebagian ulama namun menurut pendapat yang lain tidak.
h.      Harus mengetahui arah kiblat dengan sungguh-sungguh sebelum tayamum
i.        Tayamum harus dilakukan setelah waktu shalat tiba. Tayamum disyariatkan untuk orang yang terpaksa. Sebelum amsuk waktu shalat ia belum terpaksa, sebab shalat belum wajib atasnya ketika itu.
j.        Tayamum hanya untuk satu kali shalat fardlu dan bisa dilakukan untuk ibadat-ibadat sunah yang lain dengan satu kali tayamum.[13]

Dalam Fathul Qorib, dijelaskan bahwa syarat-syarat tayamum ada lima, yaitu :
a.       Udzur sebab bepergian atau sakit.
b.      Masuk waktu sholat. Maka tidak sah tayammun untuk sholat yang dilakukan sebelum masuk waktunya.
c.       Mencari air setelah masuknya waktu sholat, baik diri sendiri atau orang lain yang telah ia beri izin. Maka ia harus mencari air di tempatnya dan teman-temannya, Jika ia sendirian, maka cukup melihat ke kanan kirinya dari ke empat arah, jika ia berada di dataran yang rata. Jika ia berada di tempat yang naik turun, maka harus berkeliling ke tempat yang terjangkau oleh pandangan matanya.
d.      Sulit menggunakan air, Dengan gambaran jika menggunakan air, ia khawatir akan kehilangan nyawa atau fungsi anggota badan, Termasuk udzur adalah seandainya di dekatnya ada air, namun jika mengambilnya, ia khawatir pada dirinya dari binatang buas atau musuh, atau khawatir hartanya akan diambil oleh pencuri atau orang yang ghasab.
e.       Debu suci, maksudnya debu suci mensucikan dan tidak basah. Debu suci mencakup debu hasil ghasab dan debu kuburan yang tidak digali. Di dalam sebagian redaksi matan, ditemukan tambahan di dalam syarat ini, yaitu debu yang memiliki ghubar. Sehingga, jika debu tersebut tercampur oleh gamping atau pasir, maka tidak diperbolehkan. Dan juga sah melakukan tayammum dengan pasir yang ada ghubar-nya Dengan ungkapan mushannif “debu”, mengecualikan selain debu seperti gamping dan remukan genteng. Dikecualikan dengan debu yang suci yaitu debu najis. Adapun debu musta’mal, maka tidak syah digunakan tayammum.[14]
Didalam fiqh Islam, ditambah satu hal, yakni; boleh bertayamum jika sudah diusahakan mencari air, tetapi tidak dapat sedangkan waktu shalat sudah tiba. Alasannya ayat tersebut dia atas. Kita disuruh bertayamum bila tidak ada air sesudah kita cari dan kita yakin tidak ada; kecuali orang sakit yang tidak diperbolehkan menggunakan air, atau yakin tidak ada air disekitar itu, maka mencari tidak

4.      Fardlu-fardlunya tayamum
a.       Memindahkan debu;
b.      Niat. Orang yang akan bertayamum hendaklah berniat karena akan mengerjakan shalat dan sebagainya, bukan semata-mata untuk menghilangkan hadats saja, sebab sifat tayamum tidak dapat menghilangkan hadas, hanya diperbolehkan untuk melakukan shalat karena dharurat. Niat tayamum hukumnya wajib, sebagaimana diwajibkannya niat dalam berwudlu.;
c.       Mengusap wajah (muka)
d.      Mengusap kedua tangan sampai siku-siku
e.       Tertib diantara kedua usapan tersebut, (mengusap wajah terlebih dahulu baru kedua tangan).
Batas wajah atau muka dalam tayamum itu sama dengan batas wajah/muka dalam wudlu.
5.      Sunat-sunatnya tayamum
a.       Membaca Basmallah
b.      Mengembus tanah dari dua telapak tangan supaya tanah yang diatas tangan itu menjadi tipis.

6.      Batalnya tayamum
a.       Sesuatu yang membatalkan wudlu juga membatalkan tayamum
b.      Murtad (keluar dari islam)
c.       Menduga adanya air, kalau tayamumnya karena ketidak adaanya air.

7.      Beberapa masalah yang bersangkutan dengan tayamum
a.       Orang yang bertayamum karena tidak ada air, tidak wajib mengulangi shalatnya apabila mendapat air. Tetapi orang yang tayamum karena junub, apabila mendapat air maka ia wajib mandi bila ia hendak mengerjakan shalat berikutnya, sebab tayamum tidak menghilangkan hadats, melainkan hanya boleh dilakukan dalam keadaan darurat
b.      Satu kali tayamum hanya boleh untuk satu kali shalat fardu dan boleh untuk beberapa shalat sunah. Namun ada yang berpendapat bahwa tayamum boelh untuk beberapa shalat fardlu ataupun shalat sunah.
c.       Boleh tayamum apabila luka atau karena hari sangat dingin, sebab luka itu termasuk dalam pengertian sakit. Demikian juga bila memakai air ketika hari sangat dingin, dikhawatirkan akan menjadi sakit.









BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Mandi wajib adalah mengalirkan air keseluruh tubuh dengan niat pada seluruh badan dari ujung rambut sampai ujung jari kaki disertai dengan niat sesuai dengan keperluannya, mungkin untuk menghilangkan hadats besar atau mandi sunnah.
Sedangkan tayamum ialah mengusapkan tanah kemuka dan kedua tangan sampai siku-siku dengan beberapa syarat. Tayamum adalah pengganti wudlu atau mandi, seagai rukhsah atau keringanan bagi orang yang tidak dapat menggunakan air karena beberapa sebab halangan (uzur).












DAFTAR ISI
Yunus, Mahmud Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Mahmud Yunus Wa Dzurriyah, 2010)
Sunarto, Ahmad, Terjemah Safinatunnajah, (Surabaya: Al-Miftah)
Rasjid, Sulaiman Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru ALgensido, 2012)       
Anwar, Moch, dkk, Terjemah Sulamuttaufiq, (Bandung: Sinar Baru Algensido, 2004)
Syeikh Muhammad Bin Qosim Al-Ghoziy, Fath Al-Qorib, (Surabaya: Harisma)



[1] Prof. Dr. Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Mahmud Yunus Wa Dzurriyah, 2010) hal.295
[2] Syaikh Muhammad Bin Qosim AL-Ghoziy, Syarah Fathul Qorib, (Surabaya: Kharisma), hal. 6
[3] Ahmad Sunarto, Terjemah Safinatunnajah, (Surabaya: Al-Miftah) hal.27
[4] H.Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru ALgensido, 2012) hal.35
[5] Syeikh Muhammad Bin Qosim Al-Ghoziy, op.cit, hal.7
[6] H.Sulaiman Rasjid, loc.cit
[7] . H.Sulaiman Rasjid, op.cit,  hal.28
[8] Kh. Moch Anwar,dkk, Terjemah Sulamuttaufiq, (Bandung: Sinar Baru Algensido, 2004), hal.43
[9] Syeikh Muhammad Bin Qosim Al-Ghoziy, Fath Al-Qorib, (Surabaya: Harisma) hal.7
[10] Ibid, hal.8
[11] H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar baru Algensido, 2012), hal.39
[12] Ahmad Sunarto, Terjemah Safinatunnajah, (Surabaya: Al-Miftah), hal. 35
[13] Ibid, Hal.36-37
[14] Syeikh Muhammad Bin Qosim Al-Ghoziy, op.cit,  hal.7
httpp://thaharah"mandi-wajib-dan-tayamum" 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar