MAKALAH
“Bimbingan Konseling dalam
Perspektif Islam”
Mata Kuliah : Bimbingan dan
Konseling
Dosen Pengampu : Dra. Hj. Sitti
Aminah, M.Pd
Disusun Oleh Kelompok :
Riska Uswatun Hasanah (1511002504)
Robiyah (1511002505)
Nia Hasanah (1511002501)
V PAI A SORE
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
MA’ARIF
KOTA JAMBI
2017
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah,
segala puji hanya bagi Allah seru sekian alam. Shalawat dan salam semoga tetap
dicurahkan kepada Rasulullah Rahmat bagi alam semesta, para sahabat, keluarga
dan umatnya.
Makalah
ini berjudul “Bimbingan
dan Konseling dalam perspektif Islam”, dalamnya
disajikan dari bab I sampai bab III. Bab I yaitu pendahuluan di dalamnya latar
belakang, mengambarkan secara umum makalah ini dan rumusan makalah adalah
menjelaskan hal-hal yang dibahas dalam penulisan makalah ini. Untuk Bab II yaitu
membahas tentang Bimbingan dan Konseling dalam Perspektif Islam untuk
kesimpulan pada makalah ini disajikan pada Bab III yaitu menyimpulkan isi dari
makalah ini
Makalah “Bimbingan dan Konseling dalam Perspektif Islam” ini semoga bermamfaat, terutama bagi
penulis dan pembaca pada umumnya.
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR .................................................................................. I
DAFTAR
ISI ................................................................................................. II
BAB I:
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang ................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah ................................................................................ 1
BAB II : PEMBAHASAN
A.
Pengertian Bimbingan dan Konseling dalam Islam.............................. 2
B.
Fungsi dan Tujuan Bimbingan dan Konseling dalam
Islam ................ 6
C.
Teori-teori Bimbingan dan Konseling dalam Islam
............................. 8
D.
Tekhnik-tekhnik Bimbingan dan Konseling dalam
Islam ................... 11
E.
Klien dalam Bimbingan dan Konseling Islam ..................................... 12
BAB III
: PENUTUP
A.
Kesimpulan .......................................................................................... 13
DAFTAR
PUSTAKA ................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kehadiran Bimbingan dan
Konseling Islami telah merubah mainstream dalam perkembangan keilmuan Bimbigan
dan Konseling dewasa ini. Bimbingan dan konseling Islam itu diharapkan dapat
membentuk kepribadian manusia sempurna sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah. Dengan pendekatan Islami, maka
pelaksanaan konseling akan mengarahkan klien kearah kebenaran dan juga dapat
mebimbing dan mengarahkan hati, akal dan nafsu manusia untuk menuju kepribadian
yang berkhlak karimah yang telah terkristalisasi oleh nilai-nilai ajaran Islam.
Dan hal ini perlu diperhatikan oleh seorang pendidik untuk menunjang kesuksesan
pendidikan Islam di sekolah maupun di madrasah dalam melaksanakan bimbingan dan
konseling untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh peserta
didik serta mengarahkannya menjadi insan kamil yang memiliki kepribadian
berakhlak karimah.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian
Bimbingan dan Konseling dalam Islam?
2. Apa fungsi dan
tujuan Bimbingan dan Konseling dalam Islam ?
3. Apa saja teori-teori
Bimbingan dan Konseling dalam Islam ?
4. Apa saja tekhnik-tekhnik
Bimbingan dan Konseling dalam Islam ?
5. Bagaimanakah klien
dalam Bimbingan dan Konseling Islami ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Bimbingan dan Konseling dalam Islam
Bimbingan berasal dari kata
“guidance” yang berarti pimpinan, arahan, pedoman, dan petunjuk. Kata
“guidance” berasal dari kata “to guide” yang berarti menuntun, mempedomani,
menjadi petunjuk jalan, mengemudikan..
Konseling dalam bahasa Inggris “Counseling” dikaitkan dengan kata “counsel”
yang diartikan:
1.
Nasehat (to obtain counsel);
2.
Anjuran (to give counsel)
3.
Pembicaraan (to take counsel).
Dengan demikian konseling diartikan sebagai pemberian
nasehat, anjuran dan pembicaraan dengan bertukar pikiran.
Bimbingan konseling Islami adalah segala usaha
untuk memberikan bantuan kepada orang lain dalam kehidupannya supaya dapat
menyelesaikan sendiri masalahnya karena timbul kesadaran atau pencerahan
terhadap kekuasaan Allah SWT, sehingga timbul harapan hidup saat sekarang dan dimasa depan.[1] Sedangkan menurut Aunur Rahim Faqih bahwa
pengertian bimbingan dan konseling islam adalah proses pemberian bantuan
terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah
sehingga dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akherat.[2]
Bimbingan dan konseling islami merupakan proses
bimbingan sebagaimana kegiatan bimbingan lainnya, tetapi dalam seluruh seginya
berlandaskan ajaran Islam, artinya berlandaskan al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Bimbingan dan konseling Islami merupakan proses pemberian bantuan, yang tidak
menentukan atau mengharuskan, melainkan sekedar membantu individu. Individu
dibantu, dibimbing, agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk
Allah, yang maksudnya adalah:
1. Hidup selaras
dengan ketentuan Allah, artinya sesuai dengan kodratnya yang ditentukan oleh
Allah, sesuai dengan sunnatulloh, sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk
Allah.
2. Hidup selaras
dengan petunjuk Allah, artinya sesuai dengan pedoman yang telah ditentukan
Alloh melalui Rasul-Nya (ajaran Islam).
3. Hidup selaras
dengan ketentuan dan petunjuk Allah, berarti menyadari eksistensi dirinya
sebagai makhluk Allah yang diciptakan untuk mengabdi kepada-Nya, mengabdi dalam
arti seluas-luasnya.
Terlihat jelas bahwa bimbingan dan konseling
Islami adalah proses bimbingan dan konseling yang berorientasi pada
ketentraman, ketenangan hidup manusia di dunia akherat. Pencapaian rasa tentram
tercapai melalui upaya pendekatan diri kepada Allah untuk memperoleh
perlindungan-Nya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bimbingan konseling
islami mengandung aspek spiritual dan aspek material. Dimensi spiritual adalah
membimbing manusia pada kehidupan rohaniah untuk beriman dan bertakwa kepada
Allah. Sedangkan dimensi material adalah membantu manusia untuk dapat
memecahkan masalah kehidupan untuk mencapai kebahagiaan
selama hidupnya.[3]
Bimbingan konseling islami adalah proses pemberian bantuan
terarah, kontinyu dan sistematis kepada setiap individu agar ia dapat
mengembangkan potensi atau fitrah beragama
dan sesuai dengan tuntunan dan dimilikinya secara optimal dengan cara
menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung di dalam al Qur’an dan Hadist
Rasulullah SAW ke dalam dirinya, sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai
dengan tuntunan al Qur’an dan Al Hadist. Apabila internalisasi nilai-nilai yang
terkandung dalam Al Qu’an dan Al Hadist telah tercapai dan fitrah beragama
telah berkembang secara optimal maka individu tersebut dapat menciptakan
hubungan yang baik dengan Allah, dengan manusia dan alam semesta sebagai manifestasi
dari peranannya sebagai khalifah di muka bumi yang sekaligus juga berfungsi
untuk mengabdi kepada Allah.
Dengan demikian, bimbingan di bidang agama islam merupakan
kegiatan Dakwah islamiyah. Karena dakwah yang terarah ialah memberikan
bimbingan kepada umat islam untuk betul-betul mencapai dan melaksanakan
keseimbangan hidup fid dunya wal akhirah.[4]
Pembimbing adalah tindakan pemimpin yang dapat menjamin
terlaksanakannya tugas-tugas dakwah sesuai dengan rencana, kebijaksanaan dan
ketentuan-ketentuan lain yang telah di gariskan. Sehingga apa yang menjadi
tujuan dan sasaran dakwah dapat di capai dengan sebaik-baiknya.
Jadi kharakteristik manusia yang menjadi tujuan bimbingan
Islam adalah manusia yang mempunyai hubungan yang baik dengan Allah SWT sebagai
hubungan vertical (hablu minaallah), dan hubungan baik sesame manusia dan
lingkungan sebagai hubungan horizontal (hablu minannas).
Dalam kenyataan sekarang ini , terlebih dalam menghadapi
arus globalisasi, banyak didapati individu-individu yang sibuk dengan permasalahan
duniawi, juga paham meterialistik, individualistic, dan sebagainya yang
berpengaruh negative dalam segi-segi kehidupan manusia, yang pada akhirnya
melahirkan sikap-sikap dan perilaku mansia yang destruktif seperti sombong,
kikir zalim, sombong. Sikap yang seperti itu sudah di sebutkan di dalam Al
Qur’an sebagai berikut.
a. Sombong (Q.S Hud: 9-10)
b. Zalim dan kufur (Q.S Ibrahim: 34)
c. Sangat kufur (Q.S Asy Syura: 48)
d. Zalim dan bodoh (Q.S Al Ahzab:72)
e. Kufur nikmat (Q.S Az Zukhruf:48)
f. Nyata kufur (Q.S Az Zukhruf:15)
g. Berkeluh kesah dan kikir (Q.S Al
Ma’arij:19-20)
h. Berdosa-kufur (Q.S An Naba:24)
i.
Merugi (Q.S At Takatsur:2)
Sikap dan perilaku negatif demikian
jelas merupakan bentuk penyimpangan fitrah beragama manusia yang di berikan
Allah SWT. Hal tersebut dapat terjadi karena kesalahan pendidikan dan bimbingan
yang di berikan sebelumnya, di samping godaan hawa nafsu yang bersumber dari
nafsu setan.
Dalam kondisi penyimpangan dari
perkembangan fitrah beragama yang demikian itu, individu akan menemukan dirinya
terlepas hubungannya dengan Allah, meski hubungan terhadap manusia tetap
berjalan dengan baik. Kondisi tersebut dapat menyebabkan individu terlepas dari
hubungannya dengan manusia dan lingkungan sekitar, meski hubungan dengan Allah
tetap terjalin. Kita juga dapat menemukan individu yang sama sekali tidak
berhubungan baik dengan Allah. Mereka yang kehilangan pegangan keagamaan adalah
mereka yang memiliki masalah dalam kehidupan keagamaan khususnya. Mereka inilah
yang perlu memperoleh penanganan bimbingan konseling agama.
Dalam kondisi yang terputus hubungan
baik dengan Allah, maupun dengan sesame manusia dan lingkungan, individu
tersebut merasa tidak memiliki pegangan yang kuat sebagai pedoman. Individu
tersebut merasa terombang ambing dalam kesendiriannya, ia bisa mengalami stress
dan kehilangan rasa kepercayaan dirinya. Pada saat demikian itulah diperlukan
bimbingan konseling islami yang berfungsi untuk mengatasi berbagai penyimpangan
dalam perkembangan fitrah beragama tersebut, sehingga individu tersebut kembali
menemukan kesadaran akan eksistensinya sebagai makhluk Allah yang berfungsi
untuk mengabdi kepada-Nya, dan agar mereka kembali menjalani kehidupan
keagamaannya dengan baik.
Setelah terbentuk hubungan yang baik
klien dengan Allah, sesame manusia dan lingkungannya, konselor bisa secara
perlahan melepaskan hubungan dengan klien tersebut sehingga klien mampu membina
hubungan yang baik dengan Allah, dengan sesama manusia maupun dengan
lingkungannya dengan sendirinya. Pada saat ini pada diri klien telah tercipta
hablu minaalah dan hablu minannas secara baik, sebagai manifestasi dari
kesadarannya atas peranan dan fungsinya sabagai makhluk Allah. Dalam hal ini
klien telah menemukan religious insight-nya kembali atas bimbingan dan
konseling dari sang pembimbing agama, dan masalah-masalah yang menghiasi
kehidupan keagamaannya akan berangsur-angsur pulih kembali dan klien akan
memiliki kepercayaan diri yang penuh untuk mengatasi masalah kehidupannya.
B.
Fungsi dan
Tujuan Bimbingan Konseling dalam Islam
Fungsi utama
konseling dalam Islam yang hubungannya dengan kejiwaan tidak dapat terpisahkan
dengan masalah-masalah spiritual. Islam memberikan bimbingan kepada individu
agar dapat kembali kepada bimbingan Al-Qur’an dan Sunnah. Seperti terhadap
individu yang memiliki sikap berburuk sangka kepada Tuhannya dan menganggap
bahwa Tuhan tidak adil, sehingga membuat ia merasa susah dan menderita dalam
kehidupannya. Islam mengarahkan individu agar mengerti arti ujian dan musibah
dalam hidup. Kegelisahan, ketakutan dan kecemasan merupakan bunga kehidupan
yang harus ditanggulangi oleh setiap individu dengan memohon pertolongan-Nya, melalui orang yang ahli.[5]
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa
musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun”.
Mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan
mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk “. (Al-Baqarah:
155-157)
Setelah individu-individu telah dapat kembali
dalam kondisi yang fitri (bersih dan sehat), telah dapat memahami dan
membedakan mana yang hak dan mana yang batil, mana yang halal dan mana yang
haram, mana yang manfaat dan mana yang mudharat, barulah dikembangkan kearah
pengembangan dan pendidikan. Fokus konseling Islam disamping memberikan
perbaikan dan penyembuhan pada tahap mental, spiritual atau kejiwaan dan
emosional, kemudian melanjutkan kualitas dari materi konseling kepada
pendidikan dan pengembangan dengan menanamkan nilai-nilai wahyu dan metode filosofis.
Dengan harapan setelah memahami wahyu sebagai pedoman hidup dan kehidupan yang
hidup, maka individu akan memperoleh wacana Ilahiyah tentang bagaimana
mengatasi masalahnya, kecemasan, dan kegelisahan, melakukan hubungan komunikasi
yang baik dan indah secara vertical maupun horisontal.
Sedangkan tujuan bimbingan dan konseling dalam
Islam sebagaimana diungkapkan oleh Hamdani Bkran Adz-Dzaky
adalah:[6]
1. Untuk
menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan dan kebersihan jiwa dan
mental. Jiwa menjadi tenang, jinak dan damai (muthmainah), bersikap
lapang dada (radhiyah) dan mendapat pencerahan taufik dan hidayah
Tuhannya (mardhiyah).
2. Untuk
menghasilkan perubahan, perbaikan dan kesopanan tingkah laku yang dapat
memberikan manfaat baik pada diri sendiri, linkungan keluarga, lingkungan kerja
maupun lingkungan social dan alam sekitarnya.
3. Untuk
menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu sehingga muncul dan
berkembang rasa toleransi, ketidaksetiakawanan, tolong-menolong dan rasa kasih
sayang.
4. Untuk menghasilkan
kecerdasan spiritual pada diri individu sehingga muncul dan berkembang rasa
keinginan untuk berbuat taat kepada Tuhannya, ketulusan mematuhi segala
larangan-Nya serta ketabahan menerima ujian-Nya.
5. Untuk
menghasilkan potensi Ilahiyah, sehingga dengan potensi itu individu dapat
melakukan tugasnya sebagai khalifah dengan baik dan benar, ia dapat dengan baik
mengulangi berbagai persoalan hidup dan dapat memberikan kemanfaatan dan
keselamatan bagi lingkungannya pada berbagai aspek kehidupan.
Tujuan bimbingan dan konseling Islami bukan
semata-mata berorientasi pada keduniaan, akan tetapi juga pada akhirat, menurut
Ary Ginanjar Agustian dapat dicapai yaitu dengan jalan menjalankan semua
perintah Alloh dan menjauhi segala larangan-Nya, sesuai dengan apa yang
digariskan oleh Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, pendapat Ary Gunawan didasarkan
bahwa:
“Islam bukan hanya berupa peraturan dan
hukum-hukum, melainkan juga ilmu, cinta kasih, kecerdasan emosi, bahkan
kecerdasan spiritual, sehingga dalam upaya internalisasi pun perlu dilakukan
secara bijak, tidak kaku.”
Berdasarkan pernyataan Ary Ginanjar di atas,
dapat dipahami bahwa fungsi utama bimbingan dan konseling dalam Islam berkaitan
dengan perkembangan jiwa seseorang tidak dapat terpisahkan dengan
masalah-masalah spiritual (keyakinan), yaitu umat Islam agar dapat kembali
kepada bimbingan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.[7]
C.
Teori-teori Bimbingan dan Konseling
dalam Islam
Allah SWT telah berfirman dalam
Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125 yang artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk” (Qs. An-Nahl: 125).
Berdasarkan ayat diatas, para ahli mengidentifikasi bahwa ayat tersebut
mengandung beberapa teori dalam bimbingan dan konseling. Berikut beberapa teori
yang ada pada arti ayat diatas:
1.
Teori Al-Hikmah
Kata “Al-Hikmah” menurut bahasa
mengandung makna:
a. Mengetahui keunggulan sesuatu
melalui suatu pengetahuan, sempurna, bijaksana, dan sesuatu yang tergantung
padanya akibat sesuatu yang terpuji;
b. Ucapan yang sesuai dengan kebenaran,
filsafat, perkara yang benar dan lurus, keadilan, pengetahuan dan lapang dada;
c. Kata “Al-Hikmah” dengan bentuk
jamaknya “Al-Hikam” bermakna: kebijaksanaan, ilmu dengan pengetahuan, filsafat,
kenabian, keadilan, pepatah dan Al-Qur’an Al-Karim.
Teori Al Hikmah adalah sebuah pedoman, penuntun dan
pembimbing untuk memberi bantuan kepada individu yang sangat membutuhkan
pertolongan dalam mendidik dan mengembangkan eksistensi dirinya hingga ia dapat
menemukan jati diri dan citra dirinya serta dapat menyelesaikan atau mengatasi
berbagai ujian hidup secara mandiri. Proses aplikasi pembimbing dan konseling
dengan teori ini semata-mata dapat dilakukan oleh seorang pembimbing atau
konselor dengan pertolongan Allah. Sesungguhnya Allah SWT melimpahkan Al-Hikmah
itu tidak hanya kepada para Nabi dan Rasul, akan tetapi Dia telah limpahkan
juga kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, seperti firmanNya, yang artinya:
“Allah menganugerahkan Al-Hikmah (kepahaman yang dalam tentang Al-Qur’an dan
As-Sunnah kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugerahi
Al-Hikmah itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya
orang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)” (Qs. Al
Baqarah: 269).
2.
Teori Al-Mau’izhoh Al-Hasanah
Yaitu teori bimbingan atau konseling
dengan cara mengambil pelajaran-pelajaran dari perjalanan kehidupan para Nabi
dan Rasul. Bagaimana Allah membimbing dan mengarahkan cara berfikir, cara
berperasaan, cara berperilaku serta menanggulangi berbagai problem kehidupan.
Bagaimana cara mereka membangun ketaatan dan ketaqwaan kepada-Nya.
Yang dimaksud dengan Al-Mau’izhoh
Al-Hasanah ialah pelajaran yang baik dalam pandangan Allah dan Rasul-Nya, yaitu
dapat membantu klien untuk menyelesaikan atau menanggulangi problem yang sedang
dihadapinya.
3.
Teori Mujadalah Yang Baik
Yang dimaksud teori Mujadalah ialah
teori konseling yang terjadi dimana seorang klien sedang dalam kebimbangan.
Teori ini biasa digunakan ketika seorang klien ingin mencari suatu kebenaran
yang dapat menyakinkan dirinya, yang selama ini ia memiliki problem kesulitan
mengambil suatu keputusan dari dua hal atau lebih; sedangkan ia berasumsi bahwa
kedua atau lebih itu lebih baik dan benar untuk dirinya. Padahal dalam
pandangan konselor hal itu dapat membahayakan perkembangan jiwa, akal pikiran,
emosional, dan lingkungannya. Prinsip-prinsip dari teori ini adalah sebagai
berikut:
a. Harus adanya kesabaran yang tinggi
dari konselor;
b. Konselor harus menguasai akar
permasalahan dan terapinya dengan baik;
c. Saling menghormati dan menghargai;
d. Bukan bertujuan menjatuhkan atau
mengalahkan klien, tetapi membimbing klien dalam mencari kebenaran;
e. Rasa persaudaraan dan penuh kasih
sayang;
f. Tutur kata dan bahasa yang mudah
dipahami dan halus;
g. Tidak menyinggung perasaan klien;
h. Mengemukakan dalil-dalil Al-Qur’an
dan As-Sunnah dengan tepat dan jelas;
i.
Ketauladanan yang sejati. Artinya apa yang konselor lakukan
dalam proses konseling benar-benar telah dipahami, diaplikasikan dan dialami
konselor. Karena Allah sangat murka kepada orang yang tidak mengamalkan apa
yang ia nasehatkan kepada orang lain. Dalam firmanNya, yang artinya: “Wahai
orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?.
Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada
kamu kerjakan” (Qs. Ash-Shaff: 2-3).
Teori konseling “Al-Mujadalah bil Ahsan”, menitikberatkan
kepada individu yang membutuhkan kekuatan dalam keyakinan dan ingin
menghilangkan keraguan terhadap kebenaran Ilahiyah yang selalu bergema dalam
nuraninya. Seperti adanya dua suara atau pernyataan yang terdapat dalam akal
fikiran dan hati sanubari, namun sangat sulit untuk memutuskan mana yang paling
mendekati kebenaran.
D.
Teknik-teknik
Bimbingan dan Konseling dalam Islam
Konseling merupakan aktifitas untuk menciptakan
perubahan-perubahan dan perbaikan-perbaikan. Untuk mencapai tujuan yang
mulia itu, ada perlunya dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling membutuhkan
teknik-teknik yang memadai. Berikut ini adalah beberapa teknik konseling
sebagaimana yang telah disampaikan oleh Hamdani Bakari, yakni:[8]
1.
Teknik yang bersifat lahir
Teknik yang bersifat lahir ini menggunakan alat
yang dapat di lihat, di dengar atau dirasakan oleh klien yaitu dengan
menggunakan tangan atau lisan antara lain:
a.
Dengan menggunakan kekuatan, power dan otoritas
b.
Keinginan, kesungguhan dan usaha yang keras
c.
Sentuhan tangan (terhadap klien yang mengalami
stres dengan memijit di bagian kepala, leher dan pundak).
d.
Nasehat, wejangan, himbauan dan ajakan yang
baik dan benar. Maksudnya dalam konseling, konselor lebih banyak menggunakan
lisan yang berupa pertanyaan yang harus dijawab oleh klien dengan baik, jujur
dan benar. Agar konselor bisa mendapatkan jawaban dan pernyataan yang jujur dan
terbuka dari klien, maka kalimat yang dilontarkan konselor harus mudah
dipahami, sopan dan tidak menyinggung perasaan atau melukai hati klien.
Demikian pula ketika memberikan nasehat hendaklah dilakukan denagn kalimat yang
indah, bersahabat, menenangkan dan menyenangkan.
e.
Membacakan do'a atau berdo'a dengan menggunakan
lisan.
f.
Sesuatu yang dekat dengan lisan yakni dengan
air liur hembusan (tiupan).
2.
Teknik yang Bersifat Batin
Yaitu teknik yang hanya dilakukan dalam hati
dengan do'a dan harapan namun tidak usaha dan upaya yang keras secara konkrit,
seperti dengan menggunakan potensi tangan dan lisan. Oleh karena itulah
Rosululloh bersabda "bahwa melakukan perbuatan dan perubahan dalam hati
saja merupakan selemah-lemahnya iman".
Teknik konseling yang ideal adalah dengan
kekuatan, keinginan dan usaha yang keras dan sungguh-sungguh dan diwujudkan
dengan nyata melalui perbuatan, baik dengan tangan, maupun sikap yang lain.
Tujuan utamanya adalah membimbing dan mengantarkan individu kepada perbaikan
dan perkembangan eksistensi diri dan kehidupannya baik dengan Tuhannya, diri
sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan dan lingkungan masyarakat.
E.
Klien dalam Bimbingan dan Konseling Islam
Klien dalam bimbingan dan konseling
islami adalah setiap individu mulai dari lahirnya sehingga terinternalisasikan
norma-norma yang terkandung dalam Al Qur’an dan hadist dalam setiap perilaku
dan sikap hidupnya serta individu yang mengalami penyimpangan dalam
perkembangan fitrah beragama yang dimilikinya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bimbingan
konseling Islami adalah segala usaha untuk memberikan bantuan kepada orang lain
dalam kehidupannya supaya dapat menyelesaikan sendiri masalahnya karena timbul
kesadaran atau pencerahan terhadap kekuasaan Allah SWT, sehingga timbul
harapan hidup saat sekarang dan dimasa depan.
Fungsi
utama konseling dalam Islam yang hubungannya dengan kejiwaan tidak dapat
terpisahkan dengan masalah-masalah spiritual. Islam memberikan bimbingan kepada
individu agar dapat kembali kepada bimbingan Al-Qur’an dan Sunnah.
Tujuan
bimbingan dan konseling Islami bukan semata-mata berorientasi pada keduniaan,
akan tetapi juga pada akhirat
Teori-teori
bimbingan konseling diantaranya adalah teori alhikmah, teori almauidhoh
hasanah, dan teori mujahadah yang baik.
Tekhnik-teori
bimbingan dan konseling ada dua bagian yakni teori yang bersifat lahir dan
teori yang bersifat bathin.
Klien dalam bimbingan dan konseling
islami adalah setiap individu mulai dari lahirnya sehingga terinternalisasikan
norma-norma yang terkandung dalam Al Qur’an dan hadist dalam setiap perilaku
dan sikap hidupnya serta individu yang mengalami penyimpangan dalam
perkembangan fitrah beragama yang dimilikinya.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M. , Pedoman dan Pelaksanaan Bimbingan
dan Penyuluhan Agama, Jakarta: Golden Terayon Press, 1994.
Dasar-dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling
Islami, Yogyakarta: UII press, 2001.
Adz-Dzaky, Hamdani Bakran, Konseling dan Terapi
Psikoterapi Islam, Yogyakarta: Al Manar, 2008.
Dahlan, Abdul Chaliq, Bimbingan dan Konseling
Islami: Sejarah, Konsep dan Pendekatannya, Yogyakarta: Pura Pustaka, 2009.
Drs. Masdar Helmy, dakwah
dalm alam pembangunan, jilid1, semarang: Toha Putra, 1973
[1] M. Arifin, Pedoman dan Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan
Agama, Jakarta: Golden Terayon Press, 1994. hal. 1.
[3] Abdul Chaliq Dahlan, Bimbingan dan Konseling
Islami: Sejarah, Konsep dan Pendekatannya, Yogyakarta: Pura Pustaka, 2009,
hal. 20.
[5] Abdul Chaliq Dahlan, Bimbingan dan Konseling Islami: Sejarah,
Konsep dan Pendekatannya, Yogyakarta: Pura Pustaka, 2009, hal. 218.
[7] Abdul Chaliq Dahlan, Bimbingan dan Konseling
Islami, hal. 34.
[8] Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling dan
Terapi Psikoterapi Islam, Yogyakarta: Al-Manar, 2008, hal. 207.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar