“Nilai-nilai teknologi pendidikan dan penerapannya pada PAI”
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah Teknologi Pendidikan
Dosen Pengampu :
Indrawati, S.Pd.I, M.Pd.I
Disusun Oleh :
Kelompok
Riska
Uswatun Hasanah (1511002504)
Robiyah
Ully
Mentari
Royani
Septy
Rahayu
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEMESTER V (LIMA) SORE
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) MA’ARIF
KOTA
JAMBI
2017
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah,
segala puji hanya bagi Allah seru sekian alam. Shalawat dan salam semoga tetap
dicurahkan kepada Rasulullah Rahmat bagi alam semesta, para sahabat, keluarga
dan umatnya.
Makalah
ini berjudul “Nilai-Nilai Teknologi Pendidikan
Dan Penerapannya Pada PAI”, dalamnya disajikan dari bab I sampai bab III.
Bab I yaitu pendahuluan di dalamnya latar belakang, mengambarkan secara umum
makalah ini dan rumusan makalah adalah menjelaskan hal-hal yang dibahas dalam
penulisan makalah ini. Untuk Bab II yaitu membahas tentang Nilai-nilai Teknologi Dan Penerapannya Pada PAI, untuk
kesimpulan pada makalah ini disajikan pada Bab III yaitu menyimpulkan isi dari
makalah ini
Makalah “Nilai-Nilai Teknologi Pendidikan Dan Penerapannya Pada
PAI” ini
semoga bermamfaat, terutama bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR .................................................................................. I
DAFTAR
ISI ................................................................................................. II
BAB I:
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah ................................................................................ 2
BAB II : PEMBAHASAN
A.
Nilai-Nilai Yang Terdapat Dalam Teknologi Pendidikan.................... 3
B.
Penerapan Nilai-Nilai Teknologi Pendidikan ...................................... 18
BAB III
: PENUTUP
A.
Kesimpulan .......................................................................................... 20
DAFTAR
PUSTAKA ................................................................................... 21
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Definisi
mendasar yang didiskusikan dalam makalah ini menyatakan bahwa konsep teknologi
pendidikan meliputi sejumlah nilai profesional, etika dan moral. Sentralitas
dari nilai-nilai tersebut semakin nyata ketika memandang teknologi pendidikan
sebagai bidang atau profesi. Kode etik yang yang meliputi kelompok nilai utama,
secara umum dianggap ciri penting dari suatu profesi. Dibalik dimensi moral dan
etika, pernyataan nilai juga memiliki manfaat praktis. Organisasi yang
berkomitmen terhadap nilai pokok akan lebih efektif. Hasil riset menunjukkan
bahwa mereka cenderung untuk tidak menunjukkan kinerja yang baik pada
organisasi yang tidak memiliki nilai-nilai eksplisit.
Definisi kerja
awalnya mengakui beberapa nilai umum akan tetapi tidak mendiskusikannya secara
mendalam. Contohnya definisi terbaru dari AECT menyatakan bahwa ahli teknologi
instruksional, sebagai komunitas profesi, cenderung untuk menilai konsep
seperti, kemampuan untuk meniru dari suatu instruksi, individualisasi,
efisiensi, kemampuan untuk menjadi umum dari proses seluruh konten, perencanaan
yang detil, analsisi dan spesifikasi, kekuatan visual, dan manfaat dari
instruksi yang berfungsi sebagai mediator. Makalah ini berusaha untuk membuat
nilai umum dari teknologi pendidikan secara lebih eksplisit.
Teknologi
pendidikan berbagi banyak fungsi, perhatian dan nilai dengan bidang lainnya.
Contohnya, sains kognitif, psikologi pendidikan juga memperhatikan masalah
memfasilitasi pembelajaran, teknologi pendidikan memiliki perhatian utama untuk
meningkatkan kinerja dalam dunia kerja; dan kerja guru pasti melibatkan
penciptaan, penggunaan dan pengaturan banyak proses dan sumberdaya yang
berbeda.
Teknologi
pendidikan tidak hanya berbagi perhatian dengan bidang yang lain, namun juga
berbagi nilai-nilai. Bersama pendidik yang lainnya, mereka yang berkecimpung
dalam teknologi pendidikan menilai pentingnya pembelajaran dan mereka mendukung
pembelajaran sepanjang hayat. Mereka mempromosikan kesempatan yang sama untuk
belajar bagi semua pelajar dan bertujuan memberikan pelajar akses yang sama
terhadap sumber belajar.
Makalah ini
fokus kepada nilai-nilai tersebut yang menjadi tekanan dalam teknologi
pendidikan, yang cenderung membedakan bidang ini dari bidang yang lainnya.
Banyak yang secara eksplisit dinyatakan dalam definisi seperti praktik etis,
meningkatkan kinerja, ketepatan dan teknologi. Yang lainnya secara implisit.
Keduanya baik nilai eksplisit dan implisit akan didiskusikan dalam makalah ini.
Masing-masing istilah kunci dalam definisi akan diuji dengan konotasi nilainya.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian pada latar belakang di atas maka rumusan masalah yang diajukan pada
makalah ini adalah sebagai berikut:
- Nilai-nilai apa saja yang terdapat dalam teknologi pendidikan ?
- Bagaimana peran dari nilai-nilai tersebut bagi teknologi pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Nilai-Nilai Yang
Terdapat Dalam Teknoligi Pendidikan
1.
Nilai-nilai Berhubungan dengan Belajar
Sebagai
bidang ilmu yang berdedikasi untuk penerapan pengetahuan yang terorganisir
untuk peningkatan pembelajaran dan kinerja, riset menyediakan dasar dari
praktek. Riset mendasar terhadap variabel-variabel yang berhubungan dengan
belajar umumnya dipinja dari bidang yang berhubungan seperti psikologi, sains
kognitif, psikologi pendidikan, dan antropologi. Riset dasar dalam desain pesan
instruksional atau respon pembelajar untuk menengahi pesan merupakan domain
teknologi pendidikan, seperti bidang literatur visual. Riset terapan terhadap
isu yang berhubungan dengan penerapan teknologi dalam pendidikan merupakan tipe
penemuan yang plaing sering dilakukan dalam bidang ini. Peneliti teknologi
pendidikan mempelajari cara menganalisis dan meningkatkan proses penciptaan
bahan dan sistem instruksional, menciptakan media dan lingkungan belajar yang
berbasis komputer, menggunakan media dan teknologi informasi di ruang kelas,
dan mengatur semua aktivitas yang berhubungan (manajemen proyek, teknologi
layanan administrasi).
Pengetahuan
dasar dapat dikembangkan dengan banyak sarana inkuiri selain riset formal.
Evaluasi formatif dan sumatif dari produk tertentu dapat memberitahukan desain
yang sesuai dan pemilihan keputusan dalam organisasi. Riset tindakan yang
berhubungan dengan penerapan dari suatu inovasi dapat menyediakan pelajaran
yang bernilai bagi praktisi dan agen perubahan lainnya. Studi kasus tentang
kesuksesan, atau khususnya tentang kegagalan, dapat mencerahkan proses
implementasi teknologi dalam seting yang lebih kompleks. Disiplin studi tentang
sistem yang gagal merupakan metode utama dari pengembangan pengetahuan dalam
bidang yang berhubungan dengan enginering.[1]
Riset
tentang program dalam teknologi pendidikan sangat dihargai dan dibutuhkan
secara terus menerus, dengan hasil yang dibagikan, maka hasil penelitian dapat
dipraktekkan. Bahkan dengan data saat ini, keputusan pembuat kebijakan pada
level pemerintah pusat, termasuk rekomendasi bagi penemuan riset dalam segala
metode penelitian, fokus pada pertanyaan tentang keberhasilan dan kegagalan,
dan efek yang bervariasi dari teknologi bagi pelajar dan proses pembelajaran
itu sendiri. Dengan menekankan pada mempelajari isu global yang berhubungan
dengan inovasi pendidikan dan penggunaan teknologi yang tepat bagi pelajar,
riset pada teknologi pendidikan dapat terus mendukung perkembangan praktik
secara mendunia.
2.
Nilai-Nilai
yang Berhubungan dengan Praktik Etis
Meskipun
tidak ada bidang yang mendukung tindakan yang tidak etis atau menghapuskan
batasan etika, isu etika yang menjadi perhatian spesial bagi teknologi
pendidikan dapat dibedakan dari bidang-bidang lainnya. Teknologi pendidikan
memperhatikan etika yang khusus memfokuskan pada proses menciptakan bahan-bahan
instruksional dan lingkungan belajar dan yang berhubungan dengan pelajar selama
menggunakan bahan-bahan dan lingkungan belajar tersebut.
Seperti
yang telah di bahas sebelumnya, teori kritik khususnya mengingatkan para
peneliti dan praktisi untuk memikirkan tentang kekuatan hubungan-kesejahteraan
siapa yang utama, siapa yang mengendalikan kejadian-kejadian, dan siapa yang
berperan dalam proses. Sensitivitas terhadap kekuatan hubungan diperluas
terhadap pihak-pihak yang mendesain lingkungan belajar, mereka yang
menggunakannya, dan pihak-pihak yang menggatur dan mengevaluasi proses secara
keseluruhan. Sejak pelajar dianggap sebagai penerus dari pendidikan, para
profesional merupakan incumben untuk menyelaraskan mereka dengan kekuatan yang
sama dalam proses pembelajaran.
Melindungi
kepentingan dari pelajar merupakan prioritas utama dalam teori kirits.
Behaviorisme menyatakan “pelajar tidak pernah salah”, menyatakan bahwa
kegagalan apapun harus disalahkan pada desain pembelajaran yang jelek atau
penggunaan sistem instruksional. Penerapan dari teori belajar behavioris dalam
bentuk instruksi yang terprogram dan tutorial terstruktur membantu perubahan
dari instruksi yang berbasis kelompok menjadi model secara individu oleh
menganggap masing-masing pelajar memiliki sejarah stimulus yang berbeda,
sejarah reinforcemen yang berbeda, dan perbedaan tingkatan pengusaan
keterampilan yang ditargetkan. Maka, masing-masing pelajar membutuhkan program
instruksi dan reinforcment yang khusus. Lebih lanjut, tehnik dari program
instruksi dan tutorial terstruktur memungkinkan pelajar memungkinkan proses
pembelajaran akan dilalalu secara individual.
Perspektif
kognitif terhadap kegiatan belajar mengajar juga membutuhkan perhatian khusus
terhadap kebutuhan individu sejak teori ini menyatakan bahwa tiap individu
mengembangkan struktur kognitif internal atau skemata yang bersifat unik,
karena masing-masing individu memiliki pengalaman hidup yang berbeda.
Perspektif
konstruktivis melangkah lebih jauh dari posisi perspektif kognitif, menyatakan
bahwa meskipun ketika dua orang berpartisipasi dalam kegiatan yang sama
masing-masing individu membangun pemahaman yang berbeda dan unik dari
pengalaman tersebut. Maka, penganut teori konstruktivisme menekankan pada
pentingnya melihat masing-masing pelajar secara individual.
Salah
satu cara dimana pelajar diberdayakan melalui teknologi pendidikan adalah
melalui penggunakan desain yang berpusat pada pengguna. Konsep ini berasal dari
“perkembangan yang berorientasi pada pengguna”, pada awalnya yang dianggap
sebagai pengguna adalah guru, orang yang dapat menerima atau menolak produk
dari proses desain instruksional. Akan tetapi akhir-akhir ini pendapat ini
telah mencakup pelajar. Dengan memberikan guru dan peserta didik kesempatan
untuk berkembang selama proses pembelajaran, akan lebih mungkin hasil akhir
akan lebih efektif dan dapat diterima untuk digunakan. Pada beberapa tingkatan,
khususnya pendidikan orang dewasa, sangat memungkinkan bahwa pelajar yang
menciptakan isntruksi contohnya, supervisor produksi yang bekerja secara
berkelompok dalam kelompok kecil dapat melakukan brainstorming daftar cara-cara
untuk menangani konflik dalam dunia kerja. Mereka dapat membandingkan pendapat
dari satu kelompok dengan kelompok lainnya dan menyetujui solusi terbaik,
dengan demikian membentuk konten dari pelajaran. Pada pendapat ini, desain yang
berorientasi pada pengguna bukan hanya menjadi jalan untuk menjadikan suatu
instruksi dapat digunakan pada akhirnya akan tetapi juga menjadi jalan untuk
membedayakan peserta didik dan guru dalam dunia mereka sendiri dan jalan untuk
menciptakan konten pembelajaran yang memiliki kredibilitas tinggi terhadap para
audiens.[2]
Sebagai
tambahan untuk memperhatikan pelajar, secara etika mengharuskan para praktisi
melaksanakan tugas mereka dengan mendapatkan informasi terbari tentang “best
practice” dalam bidang ini. Menjaga agar tetap up to date dengan riset dan
perkembangan dalam pengetahuan merupakan harapan dari semua profesional dalam
bidang ini (teknologi pendidikan), akan tetapi hal itu memiliki kepentingan
yang khusus dalam teknologi pendidikan karena teknologi pendidikan mengklaim
harus berdasarkan pada penerapan saintifik dan pengetahuan tergorganisir
lainnya terhadap pendidikan. Usaha untuk membuat perkembangan profesional
meningkatakan aksesibilitas termasuk web site dan lbog dari banyak ahli
teknologi pendidiakn dan program riset, teori dalam jurnal praktis seperti
TechTrend dan mana laporan praktis yang diberikan pada konferensi
internasional, yang mungki di bagi selama konferensi tersebut.
3.
Nilai-Nilai
yang Berhubungan dengan Memfasilitasi Pembelajaran
Untuk
memulainya, teknologi pendidikan membagi komitmen utama dari pendidikan untuk
membantu orang-orang belajar. Lebih lanjut, dengan mendukung “learning how
to learn” (belajar bagaimana cara belajar) pendidik memberikan kebiasaan
dan sikap-sikap pada orang-orang yang memungkinkan mereka untuk terus mencapai
pendidikan mereka sendiri dibawah inisiatif mereka sendiri. Hal ini penting
untuk membentuk belajar sepanjang hayat, salah satu tujuan pendidikan.
Teknologi
pendidikan memiliki misi untuk menolong orang-orang belajar lebih baik dari
pada yang dapat mereka lakukan melalui cara-cara mereka sendiri atau melalui
intervensi pihak lain yang tidak memiliki kualifikasi teknologi pendidikan.
Menyediakan fasilitas yang lebih baik dari sarana pembelajaran artinya
menciptakan pengalaman-pengalaman dan menyediakan lingkungan dimana peserta
dididk lebih termotivasi untuk belajar, berkembang lebih cepat, mendapatkan
yang lebih, dan mampu menerapkan pengetahuannya lebih baik, dan mengalamai
kepuasan yang lebih luas-yang kesemuanya membutuhkan waktu, uang dan sumberdaya
manusia yang tersedia. Teknologi pendidikan melakukan ini melalui teknologi
yang menyedaiakan akses kepada lebih banyak orang dan meningkatkan pembelajaran
lebih efektif.[3]
a.
Meningkatkan Akses terhadap Pembelajaran
Meskipun
konsep tentang akses terhadap pembelajar tidak secara eksplisit muncul dalam
definisi, teknologi pendidikan memiliki komitmen untuk menggunakan teknologi
informasi dan komunikasi untuk memperluas pendidikan kepada orang-orang yang
mungkin tidak mendapatkan pelayanan. Contohnya, radio broadcast telah digunakan
untuk memperluas kesempatan pendidikan terhadap penduduk perkotaan pada
negara-negara yang kurang berkembang, di Asia, Afrika dan Amerika Latin.
Televisi juga sudah digunakan untuk meningkatkan kualitas instruksi di ruangan
kelas-baik pada negara-negara maju ataupun negara-negara dunia ketiga-dengan
kekurangan guru yang memiliki kualifikasi. Video konferens digunakan
sehari-hari, khususnya dalam seting perusahaan, untuk memberikan kesempatan
latihan untuk peserta yang berada jauh dari pusat fasilitas pelatihan.
Tidak
hanya memungkinkan untuk memperluas akses terhadap pembelajaran melalui ICT,
hal ini juga merupakan kepentingan moral untuk menciptakan kesempatan
pendidikan yang sama terhadap etnis, komunitas geografis, tanpa memperhatikan
jarak atau kerugian ekonomi. Persamaan perkembangan sosial dan ekonomi
memberikan kontribusi untuk langkah global dan stabilitas. Teknologi pendidikan
mempunyai peran kunci dalam perkembangan kesempatan pembelajaran yang sama di
Amerika Serikat dan di seluruh dunia.
4.
Nilai-Nilai
yang Berhubungan dengan Peningkatan Kinerja
Sebagai
suatu bidang yang mengklaim memberikan bantuan kepada publik, teknologi
pendidikan harus mampu membuat kasus yang kredibel untuk menawarkan beberapa
manfaat publik. Teknologi pendidikan harus menyediakan cara yang superior untuk
mencapai tujuan yang berharga. Pada bagian ini akan memfokuskan pada cara-cara
dimana teknologi pendidikan memberikan kontribusi terhadap efisiensi dan
efektifitas dalam mencapai tujuan pembelajaran dan kinerja. Kinerja yang
didiskusikan berhubungan dengan kinerja peserta didik, kinerja guru/desainer,
dan kinerja organisasi. Konsep efisiensi dan efektifitas tidaklah mudah untuk
didefinisikan seperti yang sudah dibahas pada makalah sebelumnya. Efisiensi
(dan efektifitas) hanya dapat ditentukan dengan mempertimbangkan tujuan yang
telah disepakati dan saranan untuk mengukur pencapaiannya. Maka, sarana
(cara-cara) yang semakin lambat atau yang lebih mahal dapat di katakan efektif
jika menuju pada pencapaitan tujuan yang berharga dari biaya tersebut.
a.
Meningkatkan Kinerja Peserta Didik
Tujuan
memfasilitasi pembelajaran bukan hanya sekedar pemanggilan informasi dalam
jangka waktu pendek, akan tetapi kemapuan jangka panjang untuk menerapkan
pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam kehidupan yang sebenarnya. Pada masa
lalu, mereka yang mendesain dan menggunakan bahan instruksional atau lingkungan
pembelajaran cenderung untuk mengukur kesuksesan dalam bentuk skor dari postes
yang dilakukan, tes yang dibutuhkan hanya pemanggilan kembali informasi verbal dalam
jangka waktu yang pendek. Pada akhir-akhir ini, riset dalam psikologi kognitif
dan ilmu syaraf telah mengembangkan pemahaman kita tentang dinamika dari proses
belajar. Kita dapat mengenal perbedaan kualitatif, dalam pengertian perubahan
fisik pada otak, antara pengetahuan yang dangkal dan pengetahuan yang siap
digunakan seara aktif. Wigel (202) membedakan antara surface learning
dengan deep learning. Surface learning dicirikan dengan hanya menghafal
fakta, melaksanakan prosedur tanpa berfikir, mendapatkan sedikit nilai atau
makna dalam pengetahuan, memperlakukan bahan sebagai kumpulan informasi yang
tidak berhubungan, dan belajar tanpa kesadaran akan tujuan atau strategi.
Sebaliknya dalam deep learning, peserta didik menghubungkan ide-ide
dengan pengetahuan sebelumnya, mencari pola yang mendasar, mengkaji secara
kritis, dan merefleksikan pemahaman mereka sendiri.[4]
b.
Meningkatkan Kinerja Guru dan Desainer
Selain
meningkatkan kinerja peserta didik, teknologi pendidikan bertujuan untuk
meningkatkan kinerja guru dan desainer. Alat-alat untuk desain instruksional
bermaksud untuk membantu perencana mengembangkan bahan dan sistem instruksional
lebih efektif dan efisien. Tujuannya untuk membantu praktisi yang masih di
bawah standar untuk memperoleh hasil yang lebih baik.[5]
Sebagai
tambahan untuk memberikan mereka alat-alat yang lebih baik, teknologi
pendidikan berusaha untuk memberikan kepada para praktisi persiapan profesional
yang lebih baik. Contoh alat ini adalah penggunakan penugasan autentik,
penilaian autentik, dan pengalaman yang intensif sebagai bagian dari program
pelatihan. Keseluruhannya merupakan cara mengkontekstualkan pelatihan, dengan
demikian menjadikan lebih mungkin untuk diterapkan dalam praktek kehidupan yang
sebenarnya.
c.
Meningkatkan Kinerja Organisasi
Pada
akhirnya, selain meningkatkan kinerja peserta didik dan praktisi, teknologi
pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kinerja organisasi itu sendiri.
Terutama sekali, hal ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:
·
meningkatkan produktifitas dari proses belajar
·
membantu orang-orang di dalam organisasi
memperoleh keterampilan yang baru secara lebih cepat dan dengan biaya yang
lebih sedikit
·
menghemat waktu dan uang bagi suatu organisasi
Akan tetapi
terdapat beberapa cara untuk meningkatkan kinerja organisasi lebih dari sekedar
pelatihan. Orang-orang dalam organisasi dapat dibantu untuk mejadi lebih
produktif dengan cara sebagai berikut:
·
mendapatkan alat/sarana yang lebih baik
·
memiliki suasana kerja yang lebih baik
·
menjadi termotivasi untuk bekerja lebih keras
·
memiliki akses terhadap bantuan kerja atau
bentuk bantuan kognitif yang dibutuhkan
Intervensi
noninstruksional seperti yang terdapat dalam bidang teknologi kinerja manusia
(human performance technology). HPT merupakan konsep yang melibatkan teknologi
pendidikan dan semua cara yang lain untuk meningkatan kinerja manusia dalam
dunia kerja.
d.
Meningkatkan Efisiensi dan Efektifitas
Efisiensi
dalam pendidikan merupakan subjek yang sulit karena efisiensi sering
dihubungkan dengan pengurangan biaya tanpa mempertimbangkan efek terhadap
peserta didik atau lembaga pendidikan. Dalam konteks teknologi pendidikan,
efisiensi dalam pendidikan dan pelatihan merujuk pada desain, pengembangan dan
penerapan instruksi dengan cara bijak dalam menggunakan sumberdaya, baik
manusia dan keuangan. Efektifitas berhubungan dengan derajat dimana peserta
didik memperoleh tujuan belajar yang berharga, yang difasilitasi oleh sekolah,
perguruan tinggi atau pusat pelatihan untuk belajar tentang pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang dibutuhkan oleh stakeholder mereka, termasuk
peserta didik itu sendiri.
Nilai-nilai
instruksi dari teknologi pendidikan meliputi keduanya baik efisien dan efektif.
Keduanya harus beriringan. Instruksi yang hanya murah merupakan pembuangan
sumberdaya yang langka jika tidak sesuai dengan tujuan untuk menghasilkan hasil
belajar yang berharga. Sama halnya, instuksi yang menghasilkan hasil belajar
yang diinginkan akan tetapi membutuhkan sumberdaya yang terlalu banyak, atau
tidak menyentuh peserta didik juga merupakan pembuangan sumberdaya yang langka.
Tanpa mempertimbangkan preferensi pribadi seseorang tentang perspektif
belajar-mengajar terdapat keinginan yang umum untuk menemukan jalan untuk
menolong orang-orang belajar lebih baik (efektifitas) dan untuk menemukan jalan
untuk melakukannya tanpa membuang tenaga dan biaya baik dari pihak instruktur atau
peserta didik (efisien).[6]
e.
Teknologi Kinerja Manusia
Beberapa
profesional dalam bidang teknologi pendidikan, khususnya mereka yang terlibat
dalam perusahaan atau organisasi besar lainnya, melihat kerja mereka dibawah
payung besar dari HPT. Dalam HPT, pendekatan teknologi diterapkan tidak hanya
untuk aktivitas instruksional akan tetapi semua intervensi yang mempengaruhi
orang-orang dalam dunia kerja. Oleh karena itu, produktivitas organisasi dapat
ditingkatkan melalui beberapa tipe intervensi sebagai tambahan bagi pelatihan
seperti:
·
menawarkan insentif
·
menyediakan bantuan kerja
·
mengadaptasi alat-alat terhadap tugas
·
mendesain kembali tugas-tugas
·
mempengaruhi struktur organisasi
Sejak teknologi
pendidikan dihubungkan dengan HPT, akan sangat berguna untuk mengkaji budaya
HPT untuk menemukan nilai apa yang dominan dalam bidang tersebut, selain apa
yang didiskusikan dalam teknologi pendidikan.
The
International Society for Perfomance Improvement (ISPI)
mendukung kumpulan standar teknologi kinerja untuk memandu praktek dari HPT.
Standar ini memberikan indikasi dari nilai-nilai yang penting dalam HPT, banyak
diantaranya dapat dipertimbangkan secara implisit dalam bidang teknologi
pendidikan, khususunya bagi mereka yang bekerja dalam suatu organisasi yang
banyak dilakukan oleh praktisi HPT seperti bisnis dan organisasi beasr lainnya
termasuk pemerintahan, militer dan non profit. Nilai-nilai khusus dari HPT
adalah
·
Fokus kepada hasil (mengukur dampak dari
intervensi pada masalah yang ditargetkan)
·
Menambah nilai (Sesuatu yang dihasilkan harus
berharga, memberikan dampak positif, solusi yang memberikan manfaat)
·
Bekerja secara partnership dan kolaborasi
(klien dan stakeholder harus bekerja bersama untuk mengetahui bahwa orang-orang
menerima perubahan yang mereka bantu ciptakan)
5.
Nilai-Nilai
yang Berhubungan dengan Penciptaan, Penggunaan dan Pengaturan
Ahli
teknologi pendidikan meyakini bahwa keputusan yang dibuat dalam penciptaan dan
penggunaan sumber belajar dapat dan harus mendapatkan pencerahan oleh
pengetahuan empiris. Pada saat yang sama, mereka mengakui bahwa penciptaan dan
penggunaan sumber belajar membutuhkan lompatan imajinasi seperti yang mereka
lakukan. Desainer instruksional tidak dapat melakukan “cut and paste”
bahan-bahan yang diciptakan sebelumnya, mereka biasanya harus menciptakan
solusi baru, dan bahan-bahan baru. Instruktur menggunakan bahan-bahan yang
didesain harus membuatnya dapat diadaptasi, karena masing-masing situasi
memiliki aspek yang unik. Maka, teknologi pendidikan melibatkan keduanya yaitu
seni dan sains dalam prakteknya, dan ia menerima nilai-nilai dari karya seni
sama seperti nilai-nilai inkuiri secara empiris. Praktisi reflektif yang
disebutkan sebelumnya merupakan aspek yang terpenting bagi bidang teknologi
pendidikan, refleksi pada suatu praktek merupakan hal yang vital bagi peran
aktif guru dan desainer yang harus dilaksanakan dalam penciptaan dan penggunaan
bahan-bahan dan strategi-strategi teknologi pendidikan.
6.
Nilai-Nilai
yang Berhubungan dengan Ketepatan
Seperti
yang sudah dibahas sebelumnya, prsoes dan sumberdaya dapat diartikan harus
dimodifikasi dengan istilah ketapatan, yang artinya sesuai dan kompatibel
dengan tujuan yang diinginkan dan panduan etika.[8]
a. Proses Kerja
Proses
kerja yang tepat ditunjukkan oleh standar etika yang membutuhkan penggunaan
praktek profesional. Seperti ahli fisika yang diharapkan untuk mengikuti “standars
of care”, begitu juga para profesional lainnya diharuskan mengetahui dan
taat kepada praktek terbaik saat ini pada bidang mereka. Sejumlah harapan ini
disebutkan secara spesifik dalam kode etik AECT.
Untuk
proses kerja bagi desain instruksional untuk memenuhi standar ketepatan, mereka
harus menyesuaikan kepada kebutuhan organisasi (seperti sekolah, perguruan
tinggi atau bisnis) dan para peserta didik. Akan bertentangan dengan
kepentingan universitas bagi profesional teknologi pendidikan yang menawarkan
jasa konsultasi instruksional untuk mendukung praktek desain instruksional yang
meningkatkan biaya yang dibutuhkan dari universitas tanpa meyaikinkan manfaat
atau beban kerja dari suatu fakultas tanpa penghasilkan yang seimbang. Lebih
lanjut, praktek desain instruksional tersebut akan diharapkan untuk
meningkatkan kesempatan belajar bagi para peserta didik yang mengalami
instruksi. Secara sringkas, proses desain harus menjadi efisien dan efektif.
Hal yang sama dapat diterapkan pada peroses kerja yang melibatkan dalam
pemilihan dan penggunakan sistem instruksional. Para praktisi diharapkan untuk
mengetahui, merekomendasikan dan menggunakan tehnik yang bermanfaat yang sesuai
dengan standar terbaru. Tehik tersebut harus dapat dijustifikasi dengan
berdasarkan pada hasil yang dapat dibuktikan, yang mengingatkan mereka akan
kebutuhan untuk mengakses dan memahami hasil dari riset inkuiri yang dipublikasikan.
b.
Teknologi
Teknologi
yang berbeda dapat dievaluasi sehubungan dengan ketepatannya bagi kelompok umur
tertentu atau seting sosial ekonomi atau budaya tertentu. Contohnya, sejak
komputer secara luas digunakan, muncul kontrovensi tentang ketepatan penggunaan
komputer untuk anak yang berusia dini. Sekolah Montessori dan Sekolah Waldorf
secara eksplisit mengeluarkan komputer dari program pendidikan masa kanak-kanak
awal mereka. Alasan rasional mereka adalah bahwa anak membutuhkan pengalaman
multisensori, mereka butuh untuk bergerak, mereka butuh menemukan dan mencoba,
mereka membutuhkan pengulangan yang bervariasi dan mereka membutuhkan
pencapaian prestasi yang dihasilkan dari kerja keras. Anak-anak akan kehilangan
pengalaman ini selama waktu yang mereka habiskan dengan komputer. Monke (2005)
memperluas argumen ini menjadi wilayah permainan, yang memberikan kebebasan,
permainan fisik yang tidak terstruktur merupakan kebutuhan perkembangan bagi
anak kecil dan komputer dapat menjauhkannya dari permainan seperti itu.
Pernyataan Monke bahwa “mengandalkan buku terlalu banyak atau terlalu dini
menghalangi kemampuan anak untuk mengembangkan hubungan langsung dengan subyek
yang mereka pelajari” sangat konsisten dengan pendapat Egar Dale yang mendukung
pengalaman langsung dan bertujuan. Healy (1999) menyimpulkan “perampasan waktu
bermain” sebagai berikut:
Jika
seorang anak menghabiskan banyak waktu untuk video game (atau televisi, atau
bahkan jenis penggunaan komputer lainnya) dari pada bermain dan mengalamai
banyak tipe keterampilan yang berbeda, dasar bagi beberapa bentuk kemampuan
akan dikorbankan. Kehilangan ini tidak akan terlihat sampai menjadi semakin
banyak nantinya, ketika jenis pemikiran dan belajar yang lebih kompleks menjadi
dibutuhkan.
Diizinkannya
komputer untuk digunakan oleh anak kecil dimulai dengan mengkritisi praktek
mengumpulkan semua komputer yang digunakan dibawah satu atasan, aplikasi yang
berbeda memiliki efek yang berbeda. Maka mereka mampu menunjukkan penemuan
terhadap pelajaran tertentu atau dari mata analisis yang menunjukkan, contohnya
bahwa anak dapat memiliki pengalaman emosional yang positif dengan komputer,
sering menggunakannya secara kolaboratif, dan berpartisipasi dalam interaksi
sebaya di sekitar komputer (Clements & Sarama, 2003).
Hal
ini mungkin karena pendukung dari kedua belah pihak mempunyai argumen
tersendiri. Anak kecil membutuhkan jangkauan tangan pertama, langsung,
pengalaman fisik untuk perkembangan yang wajar. Berasumsi bahwa mereka memiliki
waktu yang cukup dan kesempatan untuk pengalaman langsung tersebut, juga
mungkin terdapat kesempatan dimana penggunaan tertentu dari komputer akan
memberikan manfaat yang luar biasa. Dikembalikan kepada komitmen teknologi
pendidikan untuk membuat keputusan ketepatan teknologi berdasarkan kebutuhan
pesera didik tertentu dalam keadaan tertentu.
Begitu
juga, kritik terhadap ekspor manfaat teknologi kepada negara-negara atau
sbukultur yang dianggap tidak siap untuknya. Teknologi baru akan menunjukkan
penduduk asli kepada tata kelakuan atau ide yang bertentangan pada taraf
tertentu dengan tradisi mereka. Teknologi baru dapat menjadi tidak menyokong
infrastruktur lokal atau mengakibatkan beban finansial yang berbahaya pada
ekonomi lokal. Mereka mungkin memperburuk dominasi politik atau budaya imperialisme.
Posisi
nilai dari teknologi pendidikan adalah bahwa solusi teknologi harus dievalusi
untuk kelangsungannya, kecocokan kultural, dan dampak ekonominya. Apakah
teknologi tinggi atau teknologi rendah baik atau buruk dalam dirinya sendiri.
Salah satunya (bukan keduanya) mungkin tepat dalam situasi tertentu.
c.
Sumberdaya Spesifik
Ketika
diterapkan kepada sumberdaya spesifik, ketepatan dapat diuji dengan beberapa
kriteria. Apakah bahan-bahan cocok untuk tingkat perkembangan dari peserta
didik? Untuk tingkatan membaca mereka? Untuk tingkatan penguasaan materi ajar
mereka saat ini? Untuk tujuan dari pelajaran tertentu? Pada waktunya, aspek
rasial atau etnis dari bahan pelajaran dapat menjadi penting. Sensitivitas
terhadap minat peserta didik dan latar belakang budaya dan pengalaman
dibutuhkan, dan perhatian terhadap posisi yang sama dari kekuasaan dan
otoritas, akses yang sama, dan peluang yang sama bagi pelajar merupakan sesuatu
yang vital. Menentukan dan menerapkan kriteria ketepatan merupakan bagian dari harapan
profesional dari para ahli teknologi pendidikan.
7.
Nilai-Nilai
yang Berhubungan dengan Teknologi
Istilah
teknologi dapat diterapkan baik kepada proses dan sumberdaya. Salah satu poin
penting dari bidang ini adalah komitmennya terhadap pendekatan yang sesuai
dengan “aplikasi sistematis dari saintifik atau pengetahuan teroganisir lainnya
terhadap tugas praktis” (Galbrait, 1967). Istilah ini merupakan istilah kunci
dari teknologi pendidikan. Hal ini menunjukkan perspektif yang unik dari bidang
ini jika dibandingkan dengan bidang lainnya. Bidang yang lainnya menerapkan
proses dalam pendidikan, namun proses tersebut tidak perlu dilaksanakan secara
sistematis atau berdasarkan pada dasar saintifik. Praktisi lainnya (guru,
profesr dan trainer) mengembangkan, memilih, dan menggunakan sumberdaya untuk
instruksi, akan tetapi mereka tidak perlu fokus pada sumberdaya teknologi.
Namun teknologi pendidikan melakukannya.[9]
Label
lainnya bagi proses dan bumberdaya teknologi adalah “soft dan hard
technologies”. Soft technology merujuk pada cara berfikir tentang
mengajar, belajar dan menggunakan metode-metode seperti problem solving. Hard
technology merujuk pada merujuk pada hardware dan software yang digunakan
untuk secara aktual berkomunikasi dengan peserta didik. Merupakan kebiasaan
diantara para profesional dalam teknologi pendidikan bahwa hard technology
itu sendiri bukan merupakan obat mujarab. Teknologi informasi dan
telekominikasi (ICT), meskipun secara potensial memiliki kekuatan yang handal
dalam meningkatkan akses terhadap pendidikan, seperti mengurangi biaya dan
mengurangi waktu yang dibutuhkan, hanya sebagai pembawa pesan dan metode
pendidikan. Kekuatan dari pesan dan metode tersebut terutama sekali menentukan
nilai nilai dari suatu program.
Lebih
lanjut, merupakan kewajiban spesial dari bidang ini (teknologi pendidikan)
untuk mempertimbangkan konsekuansi yang tidak diharapkan dari penggunaan ICT
yang meluas, seperti yang dibahas sebelumnya contoh penggunaan komputer pada
anak usia dini. Sintesis dari bayak riset terhadap dampak menonton televisi
pada anak-anak menyediakan panduan yang cukup untuk membahas isu ini.
Pengalaman baru-baru ini dengan pelajar menggunakan teknologi digital (seperti
akses wireless, ponsel, PDA dan mobile teknologi lainnya) menyarankan bahwa
akan menumbuhkan rasa keterasingan, atau akan dipengaruhi oleh hal ini yaitu
meningkatnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain melalui alat
elektronik meskipun tidak secara fisik. Pada akhirnya, sentuhan manusia
merupakan bumbu yang sangat dibutuhkan pada program pendidikan manapun.
B.
Penerapan
Nilai-nilai Teknologi Pendidikan
Adapun
bentuk yang sudah jelas merupakan aplikasi dari teknologi pendidikan untuk
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia khususnya adalah sebagai beriut:
1.
Terciptanya
Manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan produk yang dihasilkan oleh
pengembangan pengetahuan, hal tersebut merupakan bagian dari tujuan teknologi
pendidikan yaitu mengintegrasikan suatu sistem pendidikan sehingga tercapai
pendidikan yang berkualitas.
2.
Adanya
sistem pendidikan terbuka, konsep ini dilakukan karena terdapat beberapa alasan
yang menjadi faktor pendukung, salah satu alasan tersebut adalah tingginya
kebutuhan akan pengetahuan namun terbatasnya waktu pembelajaran sehingga
terbentuklah sistem pendidikan terbuka, seperti SMP Terbuka, SMA terbuka, dan
Universitas terbuka.
3.
Terciptanya
sistem pendidikan jarak jauh. Sistem pendidikan jarak jauh dimaksudkan bahwa
setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan dari manapun, siapapun
dan kapanpun. Sehingga konsep pendidikan jarak jauh dengan memanfaatkan
teknologi pun dilaksanakan dengan harapan bahwa pelaksanaan pendidikan tidak
mesti antara pendidik dan peserta didik harus bertatap muka secara langsung
dalam ruang kelas.
4.
Pembelajaran
yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM). Konsep PAKEM merupakan
sebuah terobosan dalam dunia pendidikan di Indonesia, hal ini pun merupakan
aplikasi produk yang dihasilkan oleh teknologi pendidikan.
5.
Pembelajaran
inovatif. Dimaksudkan bahwa pelaksanaan pembelajaran selalu berinovasi
disesuaikan dengan kebutuhan dan kemajuan teknologi, sehingga tidak ada lagi istilah
bahwa pembelajaran hanya terpusat pada guru sebagai pendidik, namun setiap
orang wajib memiliki pendapatnya sendiri mengenai materi pelajaran yang sedang
dipelajari.
6.
Sumber
belajar, dengan adanya teknologi pendidikan sumber belajar semakin variatif,
tidak hanya sekedar dari buku sekolah, guru, dan terpaku pada sumber belajar
yang telah ditetapkan.
7.
Partisipasi
masyarakat, penerapan teknologi pendidikan membuat masyarakat menjadi paham
akan pentingnya peran mereka dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa
teknologi pendidikan merupakan sebuah sistem yang terintegrasi dan tidak dapat
dipisahkan antara satu dan lainnya, karena jika salah satu subsistem tidak
berjalan dengan baik maka akan mengganggu sistem secara keseluruhan.
Mutu atau kualitas pendidikan sangat dipengaruhi oleh sistem
pendidikan itu sendiri, dan perlu diperhatikan bahwa kualitas pendidikan tidak
hanya dihasilkan dari input yang baik melainkan input yang kurang baik tersebut
harus dikelola atau diproses dengan baik pula sehingga output yang dihasilkan
memiliki mutu yang baik.
Wujud nyata dari teknologi pendidikan dalam peningkatan mutu
pendidikan sudah cukup banyak, salah satu yang telah dilakukan ialah manajemen
berbasis sekolah, terciptanya strategi, metode dan model pembelajaran yang
beragam sehingga meningkatkan kreatifitas peserta didik untuk terus melakukan
yang terbaik dalam proses pembelajaran.
Teknologi
pendidikan berbagi banyak nilai dengan bidang-bidang yang berhubungan seperti
pendidikan, akan tetapi terdapat sejumlah nilai yang mejadi ciri khas bagi
teknologi pendidikan dan merupakan hal yang terkemuka dalam tulisan teoritis
dan praktis dalam bidang ini (teknologi pendidikan). Masing-masing elemen dari
definisi dasar yang membawa satu atau lebih nilai-nilai tersendiri. Diantara
nilai-nilai tersebut belajar, praktik etis, memfasilitasi pembelajaran,
peningkatan kinerja, penciptaan, penggunaan dan pengaturan, proses dan
sumberdaya yang sesuai, serta sumberdaya dan proses teknologi.
DAFTAR PUSTAKA
Bloom, B.S, Englehart, M.D., Furst, E.J., Hill,
W.H., & Karthwohl, D.R. 1956, Taxonomy of Educational Objectives.
New York: Longmans, Green.
Januszewski, Alan & Michael Molenda.2008, Educational
Technology A Definition with Commentary. New York: Lawrence Erlbaum
Associates.
Reiser, Robert A & John V Dempsey. 2010.
Trends And Issues In Instrucitional Design And Technology. Boston: Perason